Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Fokus Menuju Nomor 7 Dunia

Kompas.com - 14/11/2012, 07:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah harus fokus menggarap empat sektor prioritas agar Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030. Penggeraknya tidak lain adalah energi positif bangsa dan karakter kepemimpinan yang tepat.

”Untuk menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 di dunia tahun 2030, yang diperlukan Indonesia adalah energi positif dan lebih fokus,” kata pemimpin PT McKinsey Indonesia Raoul FML Oberman pada acara yang digelar Komite Ekonomi Nasional (KEN), di Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Hadir dalam kesempatan itu antara lain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama sejumlah menteri bidang perekonomian, beberapa duta besar negara asing, dan para pelaku usaha.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kunci menyatakan, ekonomi Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk tumbuh jauh lebih tinggi. Dengan korupsi yang masih cukup marak dan infrastruktur yang kurang memadai saja, Indonesia sekarang mampu tumbuh 6 persen lebih.

”Masih ada ruang (tumbuh lebih besar). Dengan korupsi yang masih terjadi, kemacetan lalu lintas, infrastruktur kurang memadai, kita tumbuh 6 persen, apalagi jika itu semua dibereskan,” ujar Presiden kemarin.

Fokus yang dimaksud Raoul adalah pada empat sektor, meliputi konsumsi, pertanian dan perikanan, sumber daya alam, serta sumber daya manusia. Indonesia memiliki potensi keunggulan dalam empat sektor itu. Pada saat yang sama, sektor itu memiliki peluang pasar yang besar, yakni dari 0,5 triliun dollar AS tahun ini menjadi 1,8 triliun dollar AS tahun 2030.

43 juta buruh

Berdasarkan studi McKinsey Global Institute (MGI), kelas menengah Indonesia akan tumbuh dari 45 juta orang pada tahun ini menjadi 135 juta orang pada tahun 2030. Artinya, akan ada 90 juta konsumen baru yang membutuhkan pasokan beragam barang dan jasa.

Dalam hal pertanian dan perikanan, menurut Raoul, permintaan akan meroket seiring dengan bertambahnya populasi dunia, sedangkan pasokan terbatas. Transformasi sektor yang selama ini konvensional menjadi lebih modern menjadi krusial.

Berdasarkan proyeksi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Indonesia akan memproduksi 197 juta ton padi tahun 2030. Ini dengan asumsi seluruh sistem pertanian berjalan normal. Menghitung kehilangan pada proses sekaligus usaha peningkatan produksi, total produksi padi tahun 2030 diperkirakan 310 juta ton. Kebutuhan domestik akan sebanyak 180 juta ton sehingga terdapat surplus 130 juta ton yang bisa diekspor.

Terkait dengan sumber daya alam, Raoul berpendapat, ketika energi fosil semakin terbatas, kemampuan Indonesia memanfaatkan dan beradaptasi dengan energi alternatif jadi penting. Fokus ke energi panas bumi penting karena Indonesia memiliki cadangan terbesar di dunia.

Sementara untuk sumber daya manusia, Raoul menyatakan, dengan pertumbuhan konservatif 5-6 persen per tahun saja, Indonesia membutuhkan tambahan tenaga kerja sebanyak 43 juta jiwa tahun 2030 dari tahun ini yang berjumlah 109 juta jiwa.

Asas Bhinneka Tunggal Ika, menurut Raoul, adalah energi positif Indonesia. Jika dikombinasikan dengan karakter kepemimpinan yang kuat, langkah untuk fokus menggarap empat sektor prioritas akan mengantarkan Indonesia naik ke urutan ke-7 terbesar dunia tahun 2030.

”Pertanyaannya, kepemimpinan seperti apa. Tentu ini adalah kepemimpinan yang mampu mengintegrasikan swasta dan pemerintah,” kata Raoul.

Pada kesempatan yang sama, Ketua KEN Chairul Tanjung sependapat bahwa pemerintah harus fokus, salah satunya dalam hal sumber daya manusia. Industri unggulan harus segera ditentukan dan digarap.

Ia juga mengingatkan, peran pemerintah akan surut seiring dengan kemajuan ekonomi bangsa. Peran swasta sebaliknya meningkat. (LAS/PPG/ATO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com