Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah UU Migas, Muhammadiyah Akan Bawa UU Minerba ke MK

Kompas.com - 16/11/2012, 01:31 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah permohonan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, organisasi islam Muhammadiyah akan kembali mengajukan uji materi undang-undang lain yang dianggap melanggar konstitusi dan merugikan rakyat. Hal itu akan dilakukan secara bertahap.

“Tentunya, semua yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan, khususnya keadilan, itu menjadi fokus kita untuk judicial review. Tentunya satu per satu, pengalaman kemarin dengan Migas perlu berbulan-bulan itu,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2012).

Din menjelaskan, Muhammadiyah telah membentuk tim yang terdiri dari pakar atau para ahli untuk mengkaji undang-undang tersebut sebelum dibawa ke MK. Menurut Din, masih banyak undang-undang yang harus dikaji, di antaranya undang-undang tentang mineral dan batu bara (minerba), investasi, hingga agraria.

“Kalau ternyata ada undang-undang yang melanggar konstitusi dan merugikan rakyat perlu kita sesalkan. Ada sejumlah undang-undang, seperti minerba, investasi, agraria, air, dan banyak sekali yang bisa dikaji,” paparnya.

Menurutnya, UU Migas didahulukan karena dianggap sudah sangat merugikan negara. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah justru dikuasai oleh asing. Negara Indonesia yang sebelumnya menjadi pengekspor minyak kini justru mengimpor di tengah kekayaan alamnya sendiri.

“Memang dalam urusan yang dianggap merugikan negara itu migas. Ini kekayaan alam kita. Dulu kita eksportir, sekarang net importir. Kebutuhan kita sekarang per hari untuk BBM 1,250 juta barrel, kemampuan produksi kita 900.000 sehingga 350.000 harus diimpor. Terjadilah kongkalikong, ada perusahaan mark up, dan sebagainya,” ungkapnya.

Pihak asing, dikatakan Din, telah menguasai dunia migas di Indonesia sebanyak 70 persen. Adanya kesejajaran pemerintah dengan pihak asing dalam hal kerja sama kontrak juga dianggap sangat merugikan negara.

“Kemudian, dengan BP Migas yang setara dengan pemerintah itu tidak baik. Jika ada apa-apa, dia bisa digugat, soal hilir hulu, pokoknya banyak. Undang-undang itu lembaga pelaksananya selama ini merugikan negara dan rakyat,” kata Din.

Seperti diketahui, sejak majelis hakim membacakan putusan pengujian UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada Selasa (13/11/2012), Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau BP Migas bertentangan dengan UUD 1945 alias inkonstitusional. BP Migas pun resmi dibubarkan sejak putusan MK dikeluarkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com