Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Gaji Tinggi

Kompas.com - 22/11/2012, 07:43 WIB

KOMPAS.com - Beraneka persoalan tenaga kerja Indonesia, khususnya yang bekerja di sektor informal sebagai pekerja rumah tangga, masih jadi sorotan. Salah satunya soal jaminan kepastian penghasilan. Di tengah upaya pemerintah memperbaiki gaji TKI, muncul iklan diskon jasa TKI di Malaysia.

Kepastian penghasilan bagi TKI bekerja di sektor informal harus terus jadi perhatian. Soalnya, dari total 188.059 TKI yang terdata sepanjang Januari-Mei 2012, sekitar 60 persen bekerja di sektor informal. Sebanyak 50.062 orang jadi pekerja rumah tangga (PRT) terutama di Malaysia, Singapura, dan Hongkong. Mereka rentan pulang tanpa membawa gaji memadai.

Gaji PRT di tiap negara berbeda-beda. Sesuai dengan revisi nota kesepahaman (MOU) Pemerintah Indonesia-Malaysia tahun 2011, gaji TKI yang bekerja sebagai PRT di Malaysia minimal 800 ringgit atau Rp 1,8 juta. Sementara gaji PRT di Singapura dan Hongkong, yang sudah diatur oleh keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi tahun 2012, masing-masing 500 dollar Singapura (sekitar Rp 3,6 juta) dan 3.920 dollar Hongkong (sekitar Rp 4,6 juta).

Untuk ukuran Indonesia, angka-angka ini mungkin cukup besar. Namun, di balik gaji jutaan rupiah itu, ada juga kewajiban yang harus dipenuhi TKI. Untuk ke Singapura, TKI harus menanggung cost structure atau biaya perekrutan sampai pemberangkatan. Nilainya, untuk TKI dari Pulau Jawa ke Singapura, adalah Rp 12,6 juta. Untuk ke Hongkong dan Malaysia, nilai cost structure masing-masing Rp 12,3 juta dan Rp 5,4 juta. Jika dihitung, saat akan bekerja, TKI harus memenuhi kewajiban setara 3-4 bulan gaji yang akan mereka terima.

Jumlah ini bisa saja membesar saat agen ikut mempermainkan biaya. Kasus itu kerap terjadi selama ini. Untuk bisa bekerja di Hongkong, tidak sedikit TKI yang menanggung biaya penempatan hingga Rp 25 juta. Jumlah itu lebih mahal Rp 10 juta dari Aturan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Nomor KEP.186/PPTK/VII/2008.

Hal serupa terjadi pada TKI yang akan bekerja di Malaysia. Sebagian dari mereka harus menanggung biaya penempatan 3.850 ringgit Malaysia (Rp 12,3 juta), melebihi ketentuan biaya yang dibayarkan oleh PRT senilai 1.250 ringgit Malaysia atau Rp 4 juta sesuai MOU Indonesia-Malaysia tahun 2006.

Sebagian TKI pun bermasalah dengan majikan, bekerja tanpa gaji. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, sepanjang Januari-Mei 2012 saja ada 869 kasus TKI yang tidak mendapat gaji dan 3.209 kasus TKI yang menghadapi majikan bermasalah. Kasus ini lebih banyak lagi pada tahun sebelumnya. Tahun 2008-2011, rata-rata per tahun ada 2.500 kasus TKI yang bermasalah dengan gaji tidak dibayarkan.

Risiko yang dihadapi TKI PRT tentu berkurang jika mereka bekerja di negeri sendiri. Persoalannya, pemerintah belum bisa menyediakan lapangan kerja yang memadai. Gaji yang diterima juga kurang menarik ketimbang di luar negeri.

Sebagai gambaran, per Februari 2012 masih ada 7,3 juta penganggur di Indonesia. Sekitar 3,8 juta di antaranya tamatan SD hingga SMP. Dari sisi gaji, PRT di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya rata-rata menerima Rp 600.000 hingga Rp 1 juta per bulan. Dari data Kemenakertrans pada Februari 2012, rata-rata pekerja tamatan SD menerima gaji Rp 778.000 per bulan. Adapun pekerja berpendidikan SMP rata-rata bergaji Rp 960.000 per bulan. (BIMA BASKARA/Litbang Kompas)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com