Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPH Migas, Mana Penyelundup BBM Subsidi Kelas Kakap?

Kompas.com - 01/12/2012, 14:44 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengawasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dikritik. BPH Migas dinilai hanya mampu menindak penyelundup kelas teri, bukan kelas kakap.

"Yang ditangkap kelas teri, 5 ribu (kilo liter), 10 ribu kilo liter. Yang besar ke mana?," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Achmad Farial saat diskusi di Jakarta, Sabtu (1/12/2012).

Farial juga mempertanyakan ke mana BBM subsidi hasil tangkapan, apakah kembali ke Pertamina atau dinikmati oleh oknum-oknum tertentu. Dia mengaitkan kerja BPH Migas itu dengan anggaran yang sudah diberikan DPR untuk BPH Migas.

Direktur BPH Migas Djoko Siswanto mengatakan, pihaknya telah mengungkap dan menyelidiki 551 kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi sejak Januari-Okrober 2012. Dia menolak jika pengungkapan selama ini disebut hanya kasus kecil.

"Ada penyelundupan kapal tanker besar ditangkap. Kita kerja sama dengan bea cukai," kata Djoko.

Farial juga mengkritik kerja BPH Migas terkait penghitungan kebutuhan BBM subsidi di seluruh kabupaten. Menurut dia, kesalahan penghitungan BPH Migas menyebabkan melesetnya kuota BBM subsidi yang ditetapkan.

Awalnya, kuota BBM subsidi ditetapkan 40 juta kiloliter dalam APBN 2012 , lalu berubah menjadi 44 juta kiloliter dalam APBN-P 2012 . Pemerintah akan mengajukan tambahan kuota lagi sebesar 1,2 juta kepada DPR lantaran memprediksi kuota 44 juta kiloliter tak akan cukup sampai akhir tahun 2012 .

"Selalu BPH Migas tidak mau disalahkan. BPH Migas ada gunanya atau enggak ada gunanya? Kalau seperti ini, (tugas BPH Migas) di bawah Pertamina aja," kata politisi PPP itu.

Farial menambahkan, pihaknya tengah mempertimbangkan apakah masih diperlukan BPH Migas dalam Undang-Undang Minyak dan Gas yang tengah dibahas Komisi VII. "Ini membuat gaduh politik. Kegaduhan politik mulai dari kenaikan BBM, kekurangan BBM," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com