Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Angkat Seni Tradisi dalam Era Ekonomi Kreatif

Kompas.com - 10/12/2012, 07:24 WIB
Sri Rejeki

Penulis

SOLO, KOMPAS.com — Era ekonomi kreatif memberi peluang untuk mengangkat seni tradisi. Di sisi lain, seni tradisi menjadi aset bagi pengembangan ekonomi kreatif. Perkawinan kepentingan ini memungkinkan eksplorasi aspek estetis, pelestarian, dan ekonomi seni tradisi.

Meski begitu, saat ini keberadaan seni tradisi masih dipandang sebelah mata dan belum mendapat apresiasi yang cukup dari masyarakat.

Hal ini mengemuka dalam konferensi pers dalam rangka "Pergelaran Mahakarya Seni Tradisi" yang dihadiri Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Media dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenpar dan EK) Harry Waluyo, Direktur Pengembangan Seni Pertunjukan dan Industri Musik Kemenpar dan EK Juju Masunah, dan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar I Wayan Dibia di Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (9/12/2012) malam.  

"Seni tradisi harus dilihat secara kontekstual dengan kekinian sehingga nilai-nilainya tidak berubah, tetapi kemasannya bisa saja berubah. Ini agar seni tradisi tetap mampu lestari," kata Harry.  

Juju mengatakan, seni tradisi sebenarnya mampu tetap hidup menyesuaikan diri dengan perubahan masa yang dilewatinya. Meski begitu, diakuinya, seni tradisi tetap butuh stimulus dari pemerintah, khususnya seni tradisi unggulan yang jarang ditampilkan karena dulunya merupakan konsumsi terbatas di kalangan kerajaan atau keraton.  

"Untuk itu, kami menyelenggarakan Pergelaran Mahakarya Seni Tradisi yang menampilkan seni tradisi unggulan. Ini agar seni tradisi bisa dikenal dan diapresiasi masyarakat. Seniman seni tradisi juga bisa berinteraksi dengan pemangku kepentingan terkait," tutur Juju.  

Dibia mengatakan, sebenarnya seni tradisi merupakan inspirasi kreatif yang mengandung nilai-nilai budaya yang tidak akan ada habisnya digali. Namun, masyarakat umum masih memandang seni tradisi sebagai sesuatu yang usang dan kuno. Hal ini, menurut dia, karena masih ada kesenjangan informasi tentang seni tradisi. Literatur ringan tentang seni tradisi yang mudah dipahami masyarakat masih sangat terbatas.  

Dibia menambahkan, seni tradisi juga masih dihargai rendah dari sisi ekonomi. Misalnya, pertunjukan tari kecak yang dibawakan 150 orang dihargai lebih rendah ketimbang penampilan band dengan tiga personel.

"Ini jadi tantangan bagaimana seni tradisi sebagai hasil olah kreatif bisa bernilai jual ekonomi tinggi," kata Dibia.  

Pergelaran Mahakarya Seni Tradisi digelar di Pendopo Ageng ISI Surakarta, Minggu (9/12/2012) malam.

Ada tujuh karya yang akan ditampilkan, yakni Tari Bedoyo Bedhah Madiun dan Solo Konser Gamelan dari Pura Mangkunegaran, Solo, Tari Pakarena dari Makassar, Tari Srimpi Renggowati dari Yogyakarta, Tari Piriang di Ateh Kato dari Padang, Tari Topeng Adiningrum dari Cirebon, dan Tari Baris Gede dari Bali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com