Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

320.000 Bebek Mati Kena Virus Flu Burung

Kompas.com - 11/12/2012, 03:34 WIB

Jakarta, Kompas - Sedikitnya 320.000 bebek atau itik di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur mati diduga akibat terserang virus flu burung. Virus flu burung yang menyerang itik lokal ini ditemukan pertama kali di Indonesia dan merupakan klad (clade) atau subgrup virus flu burung yang baru.

Ribuan peternak itik, baik skala kecil maupun besar, gelisah. Ratusan di antara peternak bangkrut. Padahal, beternak itik mayoritas merupakan usaha rakyat dengan kepemilikan yang bervariasi, mulai dari belasan, puluhan, ratusan, hingga ribuan ekor. Para peternak berharap pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menanganinya.

Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro, Senin (10/12), di Jakarta, hasil analisis pengurutan (sequencing) asam deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic acid (DNA) virus flu burung dengan tingkat keganasan tinggi (highly pathogenic avian influenza/HPAI) yang telah diisolasi adalah klad baru 2.3.2 dari virus H5N1 pada kasus flu burung itik saat ini, yang berbeda dengan klad 2.1 yang menyerang sejak 2004 terhadap unggas di Indonesia.

Dalam surat edaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nomor 06042/2012 tertanggal 6 November 2012 dinyatakan bahwa ditemukan penyakit HPAI subtipe H5N1 dengan klad 2.3, subklad 2.3.2. Klad 2.3 ini merupakan yang baru ditemukan pertama kali di Indonesia.

Virus ini sama sekali berbeda dengan klad virus A1 yang ada selama ini, yaitu klad 2.1. Beberapa kemungkinan penyebab munculnya klad baru yang masih diteliti lebih lanjut ialah pertama, akibat terjadinya hanyutan genetika (genetic drift) dan atau mutasi genetika (genetic shift) dari virus sebelumnya.

Kedua, akibat introduksi virus baru dari luar negeri berdasarkan kesamaan Haemaglutinin pada phylogenic tree, yang kemungkinan disebabkan melalui pemasukan itik dan atau pemasukan produk itik dari luar negeri secara ilegal. Kemungkinan lain ialah akibat migrasi burung liar.

”Sebagai catatan, virus klad 2.3.2 telah menjangkiti beberapa negara di Asia. Saat ini sedang dilakukan penyidikan dan penelitian secara mendalam,” katanya.

Temuan penyakit tersebut dilakukan setelah merebaknya kasus penyakit yang menyebabkan tingginya kematian itik di beberapa kabupaten di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan selanjutnya Provinsi Jawa Barat.

Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade Zulkarnaen mengatakan, hingga kemarin data yang dihimpun Himpuli menunjukkan, sebanyak 320.000 itik lokal mati diduga akibat terserang penyakit tersebut. ”Ini merupakan virus yang ganas yang menyerang itik,” katanya.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Brebes Jhoni Murahmah mengatakan, kasus kematian itik secara mendadak di Kabupaten Brebes terjadi sejak 20 November. ”Ini (kasus) baru, itik bisa terserang,” katanya.

Untuk menghindari meluasnya penyebaran virus flu burung dan kerugian yang lebih besar, Dinas Peternakan Brebes terus melakukan sosialisasi. Kandang-kandang itik disemprot dengan desinfektan, sedangkan itik yang sakit diisolasi atau dipisahkan dari itik yang sehat. (MAS/WIE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com