Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/01/2013, 07:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Panjangnya proses pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah untuk melindungi kesehatan warga.

”Seiring dekatnya pemilihan umum, upaya pengendalian tembakau pada 2013 akan makin besar tantangannya,” kata Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo, di Jakarta, Senin (7/1).

Informasi yang diterima penggiat antitembakau menyebut, RPP sudah ditandatangani Presiden. Namun, wujud akhir RPP yang seharusnya jadi tahun 2010 itu belum diketahui.

Mantan Ketua Pusat Dukungan Pengendalian Tembakau (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Alex Papilaya mengatakan, tidak ada kemajuan berarti dalam pengendalian tembakau di Indonesia selama 2012. Perselingkuhan industri rokok, politisi, dan birokrasi sudah jadi rahasia umum.

Pemerintah makin tak peduli ancaman bahaya yang menjerat rakyat. ”Sejumlah oknum di pemerintahan mengaku berkomitmen mengendalikan tembakau, tetapi tak ada implementasinya,” kata Papilaya.

Selain belum ada aturan perundang-undangan tingkat nasional, pelaksanaan aturan pengendalian tembakau di daerah juga masih lemah. Salah satunya di DKI Jakarta. Meski sudah ada aturan tentang kawasan tanpa asap rokok sejak 2005, orang masih bebas merokok di tempat publik, seperti kantor, mal, atau angkutan umum.

”Iklan rokok makin merajalela,” kata Papilaya. Tak hanya iklan luar ruang berukuran raksasa, sponsor perusahaan rokok juga sudah merambah berbagai kegiatan hingga tingkat kampung.

Tanpa keterlibatan pemerintah, pengendalian dampak buruk rokok akan sulit dilakukan. Biaya yang harus ditanggung negara untuk menangani penyakit akibat rokok, seperti gangguan jantung, stroke, dan kanker, bisa 3-4 kali dari cukai rokok.

Menurut Prijo, tidak adanya aturan dan lemahnya pelaksanaan aturan pengendalian tembakau karena Indonesia belum menandatangani Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (FCTC). Indonesia termasuk 10 negara yang belum mengaksesi FCTC. Padahal, Indonesia ikut menggagas.

Pangsa pasar rokok di China dan Rusia jauh lebih besar daripada Indonesia. "Pemerintah yang kuat membuat mereka menandatangani FCTC," katanya. Ketidaktegasan Pemerintah Indonesia membuat dugaan Indonesia jadi pasar industri rokok dunia makin besar.

Tanpa pengendalian rokok, menurut Prijo, upaya penghapusan kemiskinan tak akan membawa hasil. Penduduk miskin paling banyak membelanjakan uang untuk rokok. Sebaliknya, mereka yang paling sedikit mengalokasikan pendapatan untuk kesehatan. (MZW)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com