Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daging Sapi Mahal, Pedagang Bakso Resah

Kompas.com - 06/02/2013, 07:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelangkaan daging tidak hanya menyebabkan jumlah bakso yang diproduksi berkurang, tetapi juga kualitas bakso terpaksa dikurangi dengan mengubah rasio bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bakso.

Hal itu diungkapkan Hermanto, Manajer UD Sari Rasa, perusahaan pembuat bakso di Perkampungan Usaha Kecil Pulogadung, Jakarta Timur. Hal yang sama diungkapkan Ny Mudah, penjual soto daging, dan Gendut, pedagang bakso di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Selasa (5/2/2013).

Dalam hitungan Asosiasi Pedagang Bakso Indonesia (Apmiso), di Indonesia terdapat 1,5 juta pedagang bakso.

Menurut Hermanto, strategi produksi yang dilakukan di tengah kelangkaan daging adalah mengurangi kuantitas dan kualitas produk. Untuk kualitas bakso, pihaknya menyiasati dengan mengubah rasio daging dan sagu yang digunakan sebagai bahan baku utama.

”Biasanya, untuk kategori bakso termahal, rasio daging dan sagu adalah 8 berbanding 1, tapi saat ini diubah menjadi 8 berbanding 3. Sementara itu, untuk klasifikasi bakso termurah, rasio sebelumnya 5 berbanding 9 menjadi 5 berbanding 12. Perubahan rasio itu terpaksa dilakukan karena daging sapi merupakan salah satu bahan baku yang tidak bisa diganti dengan daging yang lain,” kata Hermanto.

Selain perubahan rasio, kualitas daging pun tidak dipilah seperti sebelumnya.

”Kualitas daging sapi yang kami beli 85 persen daging murni dan 15 persen lemak. Saat ini, kadar lemak tidak dipisahkan lagi untuk menambah bobot bakso,” ujar Hermanto.

Saat ini, jumlah yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 butir atau menurun 50 persen dari sebelumnya yang mencapai 400.000 butir per hari. Kondisi demikian berbanding lurus dengan omzet perusahaan yang sebelumnya mencapai Rp 30 juta per hari, menjadi Rp 15 juta per hari.

Hermanto mengakui, dengan adanya penurunan produktivitas tersebut, sebanyak 20 karyawan terpaksa diberhentikan.

Di Blitar, Ny Mudah mengatakan, harga daging untuk soto dan rawon sangat mahal sehingga ia tidak lagi memisahkan lemak untuk kedua makanan itu.

Gendut (30), penjual bakso keliling di Blitar, mengungkapkan, harga daging Rp 80.000 per kilogram kualitas rendah terlalu banyak lemak sehingga pengolahannya lebih sulit, membuat bakso sulit padat.

Sementara itu, pasokan sapi ke rumah potong hewan di Jawa Timur hingga kini masih minim sehingga harga daging relatif mahal. Stok pada peternak memang mampu memenuhi kebutuhan pasar, tetapi harga sapi timbang hidup sudah mencapai Rp 35.000 per kilogram.

Direktur Center for National Food Security yang juga pengajar pada Universitas Santo Thomas, Medan, Prof Posman Sibuea, mengatakan, dengan adanya kenaikan harga daging sapi, asupan protein masyarakat turun sangat signifikan.

”Pemerintah harus mengatasi masalah ini. Kesehatan masyarakat akan terpengaruh secara masif. Untuk mengganti asupan protein hewani tidak mudah. Harga kedelai juga mahal dan masyarakat juga tidak mudah untuk berganti menu,” katanya.

Pengaruh keadaan sekarang akan terlihat jangka panjang. Kualitas masyarakat akan turun. Untuk itu, peternakan harus diperbaiki. (K07/MAR/ETA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com