Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HKTI: Stabilkan Harga Daging Bukan dengan Impor

Kompas.com - 09/02/2013, 00:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Fadli Zon mengimbau pemerintah segera menstabilkan harga daging sapi yang sudah ’melambung’, tetapi bukan dengan cara impor.

"Tingginya harga daging sapi yang mencapai Rp 90.000 per kilogram disinyalir karena kelangkaan pasokan daging di pasar. Namun, bukan berarti pemerintah harus impor dan melepaskan pada mekanisme pasar untuk mengatasi kelangkaan pasokan itu," kata Fadli dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Jumat (8/2/2013).

Menurut Fadli, tingginya harga daging sebenarnya suatu hal yang baik bagi para peternak, tetapi bila harga terlalu tinggi tentu akan menjadi masalah bagi konsumen.

"Harga daging sapi yang mencapai Rp 90.000 per kilogram merupakan harga tertinggi jika dibandingkan dengan di negara lain yang hanya berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 60.000 per kilogram," ujarnya.

Selain itu, harga daging sapi yang tinggi itu tak selalu dinikmati manfaatnya oleh para peternak. "Seharusnya, harga daging sapi yang mahal dapat menjadi insentif peternak. Belum lagi, tingginya harga daging sapi berpengaruh terhadap harga produk lain. Yang jelas semakin mahal daging, rakyat makin sengsara," katanya.

Dalam kondisi tersebut, dia menyadari ada suatu tekanan bagi pemerintah untuk memperbesar kuota impor. Namun, Fadli juga menekankan bahwa Impor tidak akan menyelesaikan masalah. "Hal ini dikondisikan oleh oknum para pemburu rente. Bahkan, impor cenderung rawan korupsi dan menjadi mainan para koruptor," katanya.

Menurut Fadli, kebijakan perdagangan Indonesia yang terlalu bebas telah membuat pemerintah malas mewujudkan swasembada dan tidak berpikir strategis ke depan. Target pemerintah untuk swasembada daging pada 2014, akhirnya hanya menjadi mimpi bila Indonesia terus tergantung pada pasokan daging sapi impor.

Fadli mengatakan, solusi yang tepat untuk masalahan tersebut adalah membenahi mekanisme distribusi dan mempercepat produksi swasembada. Percepatan produksi bisa dilakukan dengan inseminasi buatan, perbaikaan kualitas pakan ternak dan pengadaan sapi betina bibit dari pemerintah.

"Pemerintah juga harus perbaiki transportasi untuk distribusi ternak sapi dari sentra produksi oleh BUMN, yaitu PT KAI, Pelni, dan Angkutan Darat BUMN. Meningkatkan kualitas prasarana transportasi adalah hal strategis yang harus segera dilakukan," katanya.

Dia menambahkan, pasokan daging sapi dari produksi lokal sebenarnya cukup banyak, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, dan NTT, tetapi distribusinya belum dikawal secara baik. Oleh karena itu, dia menyarankan pemerintah untuk tidak gegabah membuka ’kran’ impor yang lebih besar.

"Jika memang terpaksa impor, harus dilakukan dengan tepat. Selain itu, impor sapi hanya boleh di luar sentra produksi dan kuota impor sapi yang diberikan kepada feedloters yang mampu membibitkan sapi," kata Fadli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com