JAKARTA, KOMPAS
Kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan selama ini berada di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kewenangannya akan dilimpahkan ke pemerintah daerah (pemda) paling lambat 31 Desember 2013. Hal ini merupakan salah satu bentuk desentralisasi keuangan, turunan dari otonomi daerah.
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak Hartoyo dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (8/2), menyatakan, pemda harus memiliki dasar hukum berupa perda tentang PBB P2 untuk bisa memungut PBB P2. Pemda pun mutlak memerlukan infrastruktur pendukung seperti sistem teknologi informasi dan sarana administrasi. Hal yang tak kalah penting adalah sumber daya manusia.
Dari 492 pemerintah kabupaten dan kota, 1 daerah telah mengelola PBB P2 sejak tahun 2011, yakni Kota Surabaya. Sebanyak 17 daerah lain menyusul sejak tahun 2012, di antaranya adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Pontianak. Tahun ini, 105 kabupaten dan kota dijadwalkan sudah mulai memungut PBB P2.
Tahap terakhir adalah 369 kabupaten dan kota yang dijadwalkan menyusul mulai awal tahun 2014. Namun sampai sekarang, 175 daerah di antaranya masih berkutat dalam pembahasan rancangan perda tentang PBB P2 di Dewan Perwakilan Rakyat. Ada kemungkinan sebagian dari daerah itu belum siap memungut pajak mulai awal 2014 karena perda ataupun infrastrukturnya belum siap.
”Per 5 Januari 2014, kita serahkan semua (kewenangan PBB P2) ke pemda. Kayaknya pasti ada yang nggak siap. Moga-moga (yang tak siap) tidak lebih dari 10 persen dari 369 pemda yang dijadwalkan menerima kewenangan pada awal tahun 2014,” kata Hartoyo.
Atas kemungkinan ketidaksiapan itu, Ditjen Pajak, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri, tengah membahas solusinya. Wacana yang ada antara lain dengan menerbitkan peraturan pemerintah yang intinya memperpanjang kewenangan Ditjen Pajak untuk memungut PBB P2 sampai pemda siap. Tujuannya antara lain agar negara tidak kehilangan penerimaan.