Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mafia Sapi Ada di Hulu-Hilir

Kompas.com - 13/02/2013, 07:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mafia sapi ada di hulu dan hilir. Mereka melakukan kejahatan mulai dari memalsukan dokumen, penghindaran pajak dan bea masuk, pelanggaran kuota, hingga mengubah aturan impor. Akan tetapi, hingga sekarang para pelaku masih bebas berkeliaran.

Data yang didapat Kompas, Selasa (12/2/2013), memperlihatkan kasus pemalsuan dokumen surat izin impor sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu. Pejabat di Kementerian Pertanian sempat mengusulkan agar surat izin tersebut dibuat Peruri karena mudah sekali dipalsukan.

Sementara itu, melalui lobi-lobi mafia ini dapat menggolkan pembebasan pajak pertambahan nilai atas impor daging. Negara diperkirakan rugi sekitar Rp 548 miliar. Pelanggaran kuota juga kerap terjadi. Saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menangani dugaan suap terkait dengan kuota impor daging sapi.

Mafia ini juga berusaha untuk mengubah beberapa aturan seperti perubahan kebijakan impor yang berasal dari negara bebas penyakit menjadi zona bebas penyakit. Kasus ini sedang diselidiki Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ketika hal itu dikonfirmasi kepada Ketua BPK Hadi Purnomo, ia mengakui lembaganya saat ini tengah melakukan audit terhadap impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan lembaga lainnya. Dalam waktu dekat, hasil audit segera disampaikan kepada pimpinan DPR.

”Ya, BPK memang masih mengauditnya. Saya belum berani bicara apa pun kalau belum disampaikan kepada DPR,” ujar Hadi.

Hadi mengaku belum tahu mengenai sidang anggota BPK pada Rabu di gedung BPK, yang akan membahas mengenai finalisasi hasil audit BPK tentang impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan lembaga lainnya.

Dari informasi yang ditelusuri, audit impor daging sapi di BPK ditangani langsung oleh anggota BPK, Ali Masykur Musa sebagai koordinator audit. Audit terhadap pelaksanaan impor daging sapi tahun 2010 itu sebenarnya sudah diperiksa sejak tahun 2011, tetapi hingga kini belum diselesaikan.

”Oleh sebab itu, audit tersebut didesak agar segera diselesaikan, dan dibahas Rabu di sidang badan,” ujar pejabat BPK, yang tak mau disebut namanya itu.

Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Prof Bustanul Arifin mengatakan, melihat kasus impor sapi maka pelakunya bisa dikategorikan sebagai mafia. Sayangnya, para pelaku masih bebas.

Ditemui di tempat terpisah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandono, enggan berkomentar soal permasalahan impor daging sapi tahun 2010. Ia hanya mengatakan, hal itu kini sedang ditangani Kementerian Perdagangan.

”Soal pemalsuan surat izin impor daging sapi tahun 2010 sedang ditindaklanjuti (kementerian) perdagangan, bukan domain saya,” kata Agung.

Namun, ia menambahkan, dua pekan silam, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Balai Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, baru saja mengungkap upaya penyelundupan daging sapi.

Satu peti kemas berpendingin dilaporkan berisi ikan dan kepiting. Namun saat diperiksa, ternyata di dalamnya berisi enam jenis barang. Salah satunya adalah 114 karton daging sapi seberat 1,4 ton.

Saat ditanya apakah modus-modus manipulasi data seperti itu juga terjadi pada impor daging sapi tahun 2010, Agung tetap enggan berkomentar. ”Saya tidak jawab soal modus sama di tahun 2010,” kata dia.

Penyimpangan lain diungkapkan Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia Teguh Boediyana. Ia mengatakan, berbagai kasus pelanggaran terkait impor daging juga terjadi di Kementan.

Teguh mencontohkan, ada impor daging dan jeroan dari Singapura.

Padahal, Singapura bukan produsen daging dan juga bukan termasuk eksportir daging sapi. (HAR/MAR/LAS/MAS)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com