Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

85 Persen Pelanggan PLN Tidak Kena Kenaikan Tarif Listrik

Kompas.com - 15/02/2013, 09:37 WIB

BOGOR, KOMPAS.com - Sekitar 85 persen pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara tidak terkena tarif dasar listrik baru. Hal itu karena para pelanggan listrik untuk keperluan konsumtif ini menggunakan daya di bawah 1.300 watt. Jika kenaikan tarif tenaga listrik bersifat populis semu, maka hal itu akan berdampak kurang baik bagi perkembangan ekonomi negara.

Hal tersebut disampaikan Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam diskusi grup terfokus ”Pengurangan Subsidi Listrik untuk Pemerataan” pada Kamis (14/2/2013) di Kota Bogor, Jawa Barat.

”Subsidi seharusnya ditujukan untuk kepentingan industri dan bisnis sebab sifatnya produktif. Kalau untuk hunian itu sifatnya konsumtif,” kata Tulus.

Berdasarkan data dari Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia, kenaikan tarif tenaga listrik untuk keperluan hunian naik dari 7,0 sen menjadi 7,1 sen dollar AS per kilowatt hour (kWh). Untuk keperluan komersial naik dari 10,2 sen menjadi 11,76 sen dollar AS per kWh. Tarif tenaga listrik untuk keperluan industri naik dari 7,9 sen menjadi 8.66 sen dollar AS per kWh. Kenaikan tarif industri 7,6 kali lebih besar daripada kenaikan tarif tenaga listrik hunian.

Dalam diskusi ini, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Satya Zulfanitra mengatakan, kenaikan tarif untuk semua pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) sebenarnya sudah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akan tetapi, mereka tidak setuju dengan kenaikan tarif tenaga listrik pada pelanggan pengguna daya 450 watt dan 900 watt.

”Meskipun dinaikkan, sebenarnya para pelanggan itu masih mampu membayar. Kesulitannya, masalah ini sudah menjadi masalah politik,” katanya.

Kenaikan tarif tenaga listrik sebagai akibat dari pengurangan subsidi merupakan salah satu cara meringankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu karena sejak tahun 2009 hingga 2011, subsidi semakin membesar. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, subsidi untuk tahun 2009 yakni Rp 53,72 triliun, tahun 2010 yakni Rp 58,11 triliun, dan pada 2011 yakni Rp 93,18 triliun.

Menurut Tulus, untuk meringankan APBN, pengurangan subsidi seharusnya juga berlaku bagi pelanggan 450 watt dan 900 watt. Di beberapa negara, seperti Afrika Selatan, sistem yang berlaku tidak demikian. Pemerintah menggratiskan para pelanggan yang penggunaannya di bawah daya 425 kWh per bulan. Akan tetapi, yang melebihi 425 kWh per bulannya diwajibkan membayar sesuai kelebihannya tersebut.

”Kalau tarif listrik tidak dinaikkan, beban APBN akan berat. Kalau disubsidi terus-menerus, pembangunan tidak akan maju. Pembangunan pembangkit listrik untuk mencapai 5.000 megawatt tidak akan terealisasi,” kata Emi Perdana Hari, Asisten Departemen Urusan Energi dan Ketenagalistrikan Kementerian Koordinator Perekonomian. Subsidi listrik pada APBN 2012 mencapai Rp 80 triliun. Jika tarif tak dinaikkan subsidi akan sekitar Rp 100 triliun.

Untuk mencapai pembangunan pembangkit listrik yang kapasitas totalnya mencapai 5.000 megawatt, Kementerian ESDM terbuka bagi masuknya investasi dari swasta. ”Kebutuhan sekitar 4.500 megawatt sampai 5.000 megawatt. Ke depannya nanti, investasi swasta mungkin akan dibuka sampai 40 persen,” kata Satya Zulfanitra. (K05)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com