Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merevitalisasi Pelabuhan Indonesia

Kompas.com - 19/02/2013, 07:22 WIB
Haryo Damardono

Penulis

oleh Haryo Damardono 

Rakyat Indonesia di kawasan Indonesia Timur tidak seberuntung saudara mereka di kawasan Indonesia Barat. Minimnya pembangunan diperburuk mahalnya harga komoditas membuat jurang pemisah perekonomian melebar. Oleh karena mahalnya komoditas salah satunya dipicu mahalnya biaya logistik, akankah revitalisasi pelabuhan memperbaiki keadaan?

Mahalnya harga komoditas telah terkonfirmasi. Pinta Marjuki, warga Jayapura yang ditelepon dari Jakarta Senin (18/2/2013), menginformasikan harga semen 1 sak (50 kilogram) mencapai Rp 115.000. Sementara di Jakarta, harga semen 1 sak dijual Rp 63.000.

Harga ayam kampung di Jayapura juga Rp 200.000 per ekor, dikeluhkan Pinta. Ayam kampung merupakan salah satu makanan wajib di keluarganya sebab disukai sang suami. Di Jakarta, harga ayam kampung hanya Rp 75.000 per ekor.

Tingginya harga komoditas di Papua, salah satunya dipicu ketidakmampuan Papua berswasembada, untuk memproduksi sendiri kebutuhan penduduknya. Upaya untuk mendatangkan komoditas dari pulau lain pun tidak mudah. Inefisiensi pelabuhan membuatnya sulit.

Inefisiensi pelabuhan, yang dipicu rendahnya produktivitas bongkar muat di Pelabuhan Jayapura, telah memaksa kapal sandar lebih lama. Penggunaan kapal tidak maksimal pada akhirnya melambungkan tarif pelayaran. Konsumen di Jayapura, juga kawasan lain di Indonesia bagian timur, akhirnya harus membeli barang-barang dengan harga lebih mahal.

Sebagai perbandingan, Pelabuhan Jayapura membongkarmuat kapal ukuran 500 unit peti kemas ukuran 20 kaki (twenty-foot equivalent units/ TEUs) selama tiga hari. Terminal Peti Kemas Internasional Jakarta (JICT) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, mampu membongkar kapal sejenis dalam 14 jam.

Mahalnya harga barang oleh karena tingginya biaya logistik, tidak hanya dialami warga Jayapura tetapi juga warga berbagai kawasan di Indonesia.

Walaupun logistik menjadi kendala, Kementerian Perhubungan (tahun 2012) menginformasikan, volume perdagangan antarpulau tumbuh 37 persen dalam 5 tahun terakhir. Luar biasa. Bagaimana bila logistik bukan lagi masalah?

Menurut kajian Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3EI) Kamar Dagang Indonesia (Kadin) tahun 2012, biaya logistik di Indonesia bahkan mencapai 24 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Atau, bernilai kira-kira Rp 1.820 triliun per tahun.

Sebagai pembanding, biaya logistik di Korea dan Malaysia hanya 15 persen dari PDB sedangkan di Jepang dan Amerika Serikat bahkan hanya 10 persen dari PDB.

Indonesia sebenarnya terus memperbaiki diri. Berdasarkan Indeks Performansi Logistik (LPI), yang disusun Bank Dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-59 pada tahun 2012 (data terakhir) naik dari peringkat ke-75 pada tahun 2010.

Tetapi, Indonesia tetap kalah dari Thailand di peringkat ke-38 LPI, Malaysia di peringkat ke-29 LPI, bahkan dari logistik Singapura yang sangat sempurna di peringkat ke- 1 LPI.

Dari 144 negara yang disurvei Forum Ekonomi D unia dalam Indeks Daya Saing Global (GCI) 2012-2013, Indonesia juga hanya menduduki peringkat ke-50. Posisi Indonesia justru terus turun. Tahun 2010-2011, Indonesia masih di peringkat ke-44, namun tahun 2011-2012 sudah melorot ke peringkat 46. Kualitas infrastr uktur pelabuhan yang terburuk dibanding infrastruktur lain, yakni di peringkat ke-104.

Pembenahan Pelabuhan

Bila diamati inefisiensi logistik pengangkutan laut, disebabkan dua hal utama. Pertama, inefisiensi di pelabuhan yang telah berlangsung puluhan tahun. Kedua, inefisiensi di pelayaran, yang juga telah berlangsung puluhan tahun tanpa pendampingan signifikan dari pemerintah.

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) RJ Lino berulangkali mengakui kesalahan pelabuhan. Dosa orang pelabuhan sehingga pengangkutan laut kita seperti ini. Namun dalam waktu dekat segera kita benahi, janji Lino.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com