Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Blok Mahakam

Kompas.com - 04/03/2013, 02:13 WIB

Eddy Purwanto

Kegaduhan di tataran migas berulang. Target pemerintah memutuskan kelanjutan pengelolaan Blok Mahakam di Kalimantan Timur pada tahun 2012 tidak terpenuhi sehingga mengundang polemik yang cenderung meruncing.

Di tataran migas nasional, Mahakam adalah kesempatan emas bagi Republik Indonesia membuktikan keberpihakan kepada perusahaan minyak nasional. Kapan lagi RI beruntung menemukan ”Mahakam” yang kedua? Apabila pemerintah selalu gamang dan ragu terhadap kemampuan anaknya sendiri, hilanglah kesempatan bagi Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional mengelola aset migas yang di masa silam pernah menjadi salah satu pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sejatinya, perlu minimal lima tahun sebelum terminasi memuluskan masa transisi pergantian keoperatoran: para ahli Pertami- na diharapkan sudah mulai magang. Kini tinggal tersisa empat tahun menjelang berakhirnya kontrak bagi produksi pada Maret 2017, waktu yang relatif singkat bagi persiapan transisi pengoperasian lapangan yang masih diandalkan produksinya.

Menjelang terminasi, banyak dimensi teknis dan nonteknis yang harus diantisipasi pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Migas. Mulai dari penurunan cadangan dan produksi, penurunan investasi, hingga tekanan pemberdayaan kapasitas nasional yang gaungnya kian nyaring terdengar, terutama sejak BP Migas dibubarkan (November 2012). Ditambah lagi dengan tekad pemerintah memperpanjang kontrak Mahakam hingga 2032 dengan mempertahankan dominasi perusahaan Perancis, Total E&P Indonesie. Pertamina hanya diberi saham penyertaan 30-40 persen.

Masih besar

Total E&P Indonesie selaku operator lapangan gas Mahakam dipandang sukses karena di masa lampau berhasil mengangkat Mahakam menjadi salah satu primadona gas dunia. Perusahaan asal Perancis itu menguasai 50 persen saham partisipasi dan sisanya yang 50 persen dikuasai Inpex, perusahaan asal Jepang. Blok Mahakam yang ditandata- ngani pada 30 Maret 1967 secara komersial termasuk kontrak yang memberi andil signifikan kepada APBN Indonesia.

Kini Blok Mahakam masih merupakan produsen gas terbesar di Indonesia, sekitar 30 persen, dan memasok lebih dari 70 persen gas ke Kilang LNG Bontang. Sayang, sejak kegaduhan isu perpanjangan, produksi cenderung menurun drastis. Pada 2011 produksi minyak 90.000 barrel per hari, kini tinggal 70.000 barrel per hari. Produksi gas 2,2 miliar kaki kubik per hari menjadi 1,8 miliar kaki kubik per hari.

Prospek geologi Mahakam masih menjanjikan: pernah memiliki cadangan gas awal 23 triliun kaki kubik, tetapi setelah dikuras 50 tahun, hingga akhir 2017 diperkirakan menyisakan cadangan gas 2 triliun kubik kaki. Potensi tambahan cadangan hasil eksplorasi pascaterminasi diperkirakan 4-6 triliun kaki kubik. Walhasil, Mahakam masih menyimpan cadangan gas cukup besar. Memang tak lagi jadi prima- dona, tetapi masih strategis bagi RI memenuhi kebutuhan gas domestik maupun ekspor.

Setelah kontrak bagi produksi berakhir, tak ada kewajiban pemerintah memperpanjang atau memperbarui kontrak. Namun, dalam kasus Mahakam, dari awal pemerintah gamang oleh beberapa kepentingan. Pertama, komitmen pasokan gas untuk ekspor jangka panjang ke Jepang hingga 2020. Kedua, komitmen pasokan di dalam negeri terkait kebutuhan gas yang semakin meningkat, antara lain untuk pabrik pupuk Kaltim, PLN, PGN, serta pasokan terminal regasifikasi LNG di Jawa yang sudah beroperasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Whats New
Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Spend Smart
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

Whats New
Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com