Di tataran migas nasional, Mahakam adalah kesempatan emas bagi Republik Indonesia membuktikan keberpihakan kepada perusahaan minyak nasional. Kapan lagi RI beruntung menemukan ”Mahakam” yang kedua? Apabila pemerintah selalu gamang dan ragu terhadap kemampuan anaknya sendiri, hilanglah kesempatan bagi Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional mengelola aset migas yang di masa silam pernah menjadi salah satu pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sejatinya, perlu minimal
Menjelang terminasi, banyak dimensi teknis dan nonteknis yang harus diantisipasi pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Migas. Mulai dari penurunan cadangan dan produksi, penurunan investasi, hingga tekanan pemberdayaan kapasitas nasional yang gaungnya kian nyaring terdengar, terutama sejak BP Migas dibubarkan (November 2012). Ditambah lagi dengan tekad pemerintah memperpanjang kontrak Mahakam hingga 2032 dengan mempertahankan dominasi perusahaan Perancis, Total E&P Indonesie. Pertamina hanya diberi saham penyertaan 30-40 persen.
Total E&P Indonesie selaku operator lapangan gas Mahakam dipandang sukses karena di masa lampau berhasil mengangkat Mahakam menjadi salah satu primadona gas dunia. Perusahaan asal Perancis itu menguasai 50 persen saham partisipasi dan sisanya yang 50 persen dikuasai Inpex, perusahaan asal Jepang. Blok Mahakam yang ditandata- ngani pada 30 Maret 1967 secara komersial termasuk kontrak yang memberi andil signifikan kepada APBN Indonesia.
Kini Blok Mahakam masih merupakan produsen gas terbesar di Indonesia, sekitar 30 persen, dan memasok lebih dari 70 persen gas ke Kilang LNG Bontang. Sayang, sejak kegaduhan isu perpanjangan, produksi cenderung menurun drastis. Pada 2011 produksi minyak 90.000 barrel per hari, kini tinggal 70.000 barrel per hari. Produksi gas 2,2 miliar kaki kubik per hari menjadi 1,8 miliar kaki kubik per hari.
Prospek geologi Mahakam masih menjanjikan: pernah memiliki cadangan gas awal 23 triliun kaki kubik, tetapi setelah dikuras 50 tahun, hingga akhir 2017 diperkirakan menyisakan cadangan gas 2 triliun kubik kaki. Potensi tambahan cadangan hasil eksplorasi pascaterminasi diperkirakan 4-6 triliun kaki kubik. Walhasil, Mahakam masih menyimpan cadangan gas cukup besar. Memang tak lagi jadi prima- dona, tetapi masih strategis bagi RI memenuhi kebutuhan gas domestik maupun ekspor.
Setelah kontrak bagi produksi berakhir, tak ada kewajiban pemerintah memperpanjang atau memperbarui kontrak. Namun, dalam kasus Mahakam, dari awal pemerintah gamang oleh beberapa kepentingan. Pertama, komitmen pasokan gas untuk ekspor jangka panjang ke Jepang hingga 2020. Kedua, komitmen pasokan di dalam negeri terkait kebutuhan gas yang semakin meningkat, antara lain untuk pabrik pupuk Kaltim, PLN, PGN, serta pasokan terminal regasifikasi LNG di Jawa yang sudah beroperasi.