Jakarta, Kompas -
”Dengan demikian, nilai tukar yang dijadikan acuan sesuai transaksi yang digunakan bank,” kata Asisten Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/3).
Seluruh bank devisa akan terlibat dalam penentuan referensi itu. Pertimbangannya, tidak banyak bank yang bertransaksi mata uang rupiah-dollar AS dalam jumlah besar.
Nantinya, nilai tukar realisasi dari transaksi setiap bank devisa akan dikumpulkan. Kemudian, dihitung rata-ratanya sehingga didapatkan nilai rata-rata tertimbang. Angka ini mencerminkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan sebaliknya, yang ada di pasar.
Data nilai tukar dikumpulkan hingga pukul 09.45 WIB, kemudian nilai tukar referensi untuk hari itu diterbitkan pukul 10.00.
Perry menyebutkan, sebelum referensi itu diberlakukan, Bank Indonesia masih harus menyiapkan sejumlah hal. Di antaranya peraturan Bank Indonesia yang menaungi penerapan referensi nilai tukar tersebut.
Jika referensi ini diberlakukan, BI yakin akan memengaruhi pergerakan non-delivery forward (NDF), yang selama ini digunakan sebagai acuan domestik. NDF ini dilakukan di Singapura.
Sementara itu, pengamat pasar keuangan Yanuar Rizky berpendapat, sebenarnya harus ada kombinasi model referensi, deregulasi, atau restrukturisasi pasar, dan penegakan hukum dalam penerapan kebijakan nilai tukar. Kombinasi tiga hal ini untuk menjamin bank hanya menggunakan referensi yang diupayakan BI.
”Kalau tidak, ada risiko bank bermain di dua kaki, yakni dua pasar berbeda, untuk mencari selisih nilai tukar di perdagangan hari itu,” kata Yanuar.
Pasalnya, selama ini ada persoalan mendasar mengenai struktur pasar uang, yakni formal antarbank, pasar yang melibatkan jasa pertukaran uang, bahkan ada yang mengacu ke NDF. Dengan demikian, saran Yanuar, harus ditegaskan agar uang beredar masuk ke pasar uang di bank.
Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah BI kemarin sebesar Rp 9.703 per dollar AS.