Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perekonomian dalam Tekanan

Kompas.com - 19/03/2013, 07:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 adalah 6,2 persen atau turun dari perkiraan awal sebesar 6,3 persen. Menguatnya sejumlah tekanan ekonomi jadi pertimbangan. Sementara itu, target pemerintah adalah 6,8 persen dengan risiko turun 6,4 persen.

Demikian Laporan Ekonomi Indonesia Triwulanan versi Bank Dunia yang diluncurkan di Jakarta, Senin (18/3/2013). Laporan bertajuk ”Menguatnya Tekanan” tersebut dipresentasikan oleh Manajer Sektor dan Pimpinan Ekonom Pengentasan Kemiskinan dan Manajemen Ekonomi Bank Dunia Jim Brumby.

Jim menyatakan, kinerja perekonomian Indonesia cenderung stabil, tetapi disertai menguatnya lima tekanan ekonomi. Tekanan itu meliputi perlambatan pertumbuhan investasi, perlambatan penjualan riil dan pertumbuhan produk domestik bruto nominal, berlanjutnya tren defisit pada neraca eksternal, melambatnya laju penurunan kemiskinan, dan besarnya beban subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Kelima tekanan ekonomi tersebut, menurut Jim, memiliki aspek dan elemen yang berbeda. Beberapa faktor bisa ditangani dalam waktu relatif cepat, seperti subsidi BBM. Sebagian lagi butuh waktu yang lebih panjang, seperti di bidang investasi.

Investasi yang kontribusinya dua perlima dari pertumbuhan ekonomi tahun 2012, kata Jim, bisa menjadi risiko terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2013. Pelambatannya sudah tampak pada triwulan IV-2012, terutama di sektor padat modal.

”Namun, poin yang ingin kami sampaikan adalah kinerja ekonomi makro yang berkelanjutan bergantung pada banyak hal. Aspek-aspek tersebut penting bagi dasar ekonomi makro untuk membuat kinerja ekonomi makro yang berkelanjutan,” ungkap Jim.

Subsidi energi, Jim menegaskan, secara politik adalah faktor paling menular meski penyelesaiannya hanya membutuhkan satu langkah politik eksekutif. Ia memahami langkah ini sulit diambil pemerintah.

”Pemotongan subsidi harus dibarengi dengan rencana aksi sehingga secara bertahap bisa diadaptasi dengan mulus oleh perekonomian. Dengan demikian, memulai langkah pengurangan subsidi adalah hal yang baik,” kata Jim.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Deputi V Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Tjokorda Nirarta Samadhi menyatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 disusun pada Oktober 2012. Dengan demikian, asumsinya mendasarkan dinamika pada saat itu.

”Ketentuan yang ada di negara kita tidak memberi ruang penyesuaian yang fleksibel,” kata Nirarta.

Pertumbuhan ekonomi pada 2012 sebesar 6,23 persen dari target 6,5 persen. Tahun ini, APBN menargetkan 6,8 persen.

Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo pada Januari menyatakan, pertumbuhan bisa turun ke 6,6 persen. Per 11 Maret, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana menyatakan, pertumbuhan bisa turun menjadi 6,4 persen. (ARN/LAS)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

    Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

    Whats New
    Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

    Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

    Whats New
    Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

    Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

    Whats New
    Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

    Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

    Whats New
    BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

    BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

    Whats New
    [POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

    [POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

    Whats New
    KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

    KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

    Whats New
    Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

    Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

    Earn Smart
    Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

    Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

    Whats New
    Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

    Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

    Whats New
    Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

    Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

    Whats New
    Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

    Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

    Whats New
    BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

    BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

    Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

    Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com