Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manis-Pahit Bertani Bawang Merah Lokal

Kompas.com - 19/03/2013, 09:45 WIB

Cornelius Helmy dan Siwi Nurbiajanti

Belasan tahun menggantungkan hidup pada bawang merah, Firdaus (35) belum merasakan keuntungan yang layak. Bagi petani asal Desa Sape, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, itu, panen bawang sekali ibaratnya hanya cukup untuk makan sehari.

Firdaus mengatakan, dia butuh Rp 45 juta per hektar untuk menanam bawang merah. Dengan hasil panen hanya 10 ton per hektar dan harga bawang Rp 4.500 per kg, ia terpaksa puas hanya balik modal. Modal tanam selalu ia pinjam dari orangtua atau tetangga sekitar rumahnya.

Tidak tahan dengan keadaan ini, Firdaus pernah merantau ke Singapura menjadi tenaga kerja Indonesia. Namun, menjadi pekerja kasar di Singapura tidak membuatnya sejahtera. Ia memilih pulang kampung.

Pertemuannya dengan seorang penyuluh swasta di Bima tahun 2008 memberikan harapan. Ia ditawari teknologi pertanian baru, menanam bawang merah dengan biji. Sebelumnya, petani Bima memilih umbi sebagai benih. Di tengah keraguan petani lain, ia mencobanya.

Hasilnya menggembirakan. Benih biji hanya butuh total biaya Rp 10 juta per hektar. Dengan 5 kg benih untuk lahan 1 hektar, ia bisa panen 20-25 ton bawang merah yang laku dijual ke pengepul Rp 22.000 per kg.

”Jauh lebih untung dan hemat dibandingkan pakai umbi. Harga umbi sangat mahal. Dari modal tanam Rp 45 juta per hektar, sekitar Rp 25 juta di antaranya untuk membeli benih umbi,” katanya.

Kini, rumah panggung senilai Rp 15 juta dan sepeda motor Rp 12 juta ia dapatkan dari bawang merah. Ia tengah merajut mimpi mengumpulkan uang untuk asuransi pendidikan anaknya. ”Saya tidak berani punya mimpi seperti ini waktu tanam bawang pakai umbi,” katanya.

Bawang merah adalah produk hortikultura unggulan Kabupaten Bima di Sumbawa. Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Bima Adnan Adam menyebutkan, total lahan seluas 18.960 hektar, tetapi baru 7.000 hektar yang dimanfaatkan karena keterbatasan modal.

Namun, sukses petani bukan tanpa usaha. Mereka harus belajar banyak dan telaten. Awaludin, petani Desa Kolo, Asakota, Bima, mengatakan, mereka harus lebih sabar.

Sebelum menanam, ia harus membenihkan bibit selama 5-7 minggu. Ia rutin mencuci bawang pembenihan dengan air bersih untuk membersihkan sisa kotoran. Saat bibit dipindahkan ke area tanam, ia hanya memberikan pupuk organik.

Anwar, petani Desa Sampungu, Kecamatan Soromandi, juga terbiasa menghitung jarak tanam tepat 10 x 10 cm atau 5 x 10 cm. Tujuannya, memberikan hasil panen lebih banyak karena biji akan menghasilkan umbi tunggal. Cara itu tidak ia pahami sebelumnya saat menggunakan benih umbi.

Sentot Wiyono, penyuluh swasta dari PT East West Seed Indonesia, Kabupaten Bima, mengatakan, kunci utama keberhasilan petani Bima adalah kemauan belajar. Awalnya, petani sulit meninggalkan kebiasaan konvensionalnya.

Mengatur bibit juga dilakukan petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah. Mereka masih menggunakan umbi sehingga sulit mendapatkan bibit murah di tengah harga bawang merah yang tinggi.

Toipah (48), petani bawang di Kelurahan Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, beruntung terbiasa menyisihkan sebagian hasil panen bawang merah untuk dijadikan benih. Itu disebabkan sawahnya, yang hanya 2 kilometer dari pantai, agak asin sehingga benih bawang yang ditanam harus dari wilayah setempat. ”Kalau membeli benih dari wilayah selatan, nanti sulit hidup,” ujarnya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com