Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stasiun KA China Kalahkan Kemewahan Bandara Indonesia

Kompas.com - 01/04/2013, 10:54 WIB
Fikria Hidayat

Penulis

Pada 23-27 Maret 2013, PT KAI mengirim 105 karyawan untuk mengikuti studi banding ke Beijing dan Shanghai, China. Karyawan yang dikirim mulai dari pemeriksa rantai gerbong, pemeriksa rel, masinis, mekanik, pegawai tiket, satpam, supervisor, hingga manager. Berikut catatan Kompas.com yang mengikuti perjalanan studi mereka.

(Bagian 1)

BEIJING, KOMPAS.com — Kaki manusia-manusia urban berderap begitu cepat. Dingin nol derajat dan angin mengembus mereka saat memasuki stasiun subway di pusat Kota Beijing, China. Semua bergerak cepat, tidak terlihat antrean panjang orang-orang membeli tiket secara manual maupun dari mesin otomatis.

Di peron terdapat garis petunjuk tempat calon penumpang diharuskan berdiri untuk masuk dan satu lagi garis tempat penumpang turun. Lagi-lagi, tidak terlihat antrean. Tidak lama menunggu, kereta listrik tiba dan telah ada kesadaran bahwa penumpang dari dalam diharuskan lebih dulu keluar, tidak berebut antara yang keluar dengan yang masuk.

Denyut Senin pagi yang sibuk itulah yang dirasakan 105 karyawan PT KAI yang tiba di Beijing dalam rangka studi banding tentang perkeretaapian. Hanya sekitar lima menit menaiki subway, mereka tiba di Beijing South Railway Station, stasiun modern terbesar di Asia yang menempati area seluas 32 hektar. Subway terintegrasi dengan stasiun tersebut untuk memudahkan penumpang menuju antarkota.

Karyawan PT KAI yang sebagian besar para pelaksana dibuat takjub saat merasakan langsung kondisi stasiun. Sejak turun subway, memasuki pintu otomatis, hingga naik menyusuri gemerlap lorong pertokoan, lalu dibawa naik menuju ruang tunggu stasiun dengan arsitektur modern. Ruang tunggu memiliki luas 251.000 meter persegi yang dapat menampung 10.000 orang. Bagian atap berupa kaca dilengkapi dengan 3.246 panel surya untuk menghasilkan listrik.

Jangan membandingkan dengan stasiun kereta api di Indonesia, bangunan sekelas terminal Bandara Soekarno-Hatta pun kalah dengan kemegahan dan kemewahan stasiun yang dibangun selama tiga tahun dan selesai 2008 ini. Informasi mengenai penjualan tiket, jadwal keberangkatan kereta terpampang besar di depan loket, dan petunjuk arah ke tiap bagian stasiun juga terlihat jelas.

Sistem pengamanan dibuat dengan standar yang sangat ketat. Setiap penumpang yang akan masuk ruang tunggu harus melewati pintu x-ray. Sejumlah polisi juga menggunakan anjing pelacak di pintu masuk.

Bagaimana China membangun stasiun supermegah tersebut? Huang Liang Yuan, pemandu rombongan studi menerangkan bahwa stasiun bisa dibangun sangat luas karena tidak memiliki banyak kendala dengan lahan. Semua lahan adalah milik negara, jadi setiap penggusuran berjalan lancar. Warga yang tergusur pembangunan tetap diberi ganti rugi yang sesuai.

Apa pun jenis pembangunan, termasuk pembangunan stasiun, semua harus mampu menahan ledakan penduduk China yang kini jumlahnya telah mencapai 1,3 miliar jiwa.

"Orang China saat ini harus membangun yang ter-, terbesar, terdepan," ujarnya. Masuk akal, jadi stasiun pun harus dibangun terbesar selain juga harus menopang pergerakan kereta peluru atau China Railway High-Speed yang kini menjadi primadona alat transportasi kota.

Membuka wawasan

Anggota rombongan studi banding tidak habisnya memotret segala aktivitas di stasiun. Segala fasilitas dari mesin tiket otomatis, layanan air mineral gratis untuk penumpang, serta petugas keamanan yang tangkas dan tegas, sungguh menyita perhatian rombongan.

Keteraturan dan arus manusia yang begitu sigap di stasiun tersebut sangat berbeda dengan kondisi stasiun yang ada di Indonesia. Tidak terlihat angkutan umum, taksi, atau ojek sepeda motor yang semrawut.

Direktur Keuangan PT KAI, Kurniadi Atmosasmito, yang menjadi pendamping rombongan mengatakan bahwa pengalaman langsung itulah yang dimaksudkan untuk membuka wawasan para karyawan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com