Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLTU Batang Berpotensi Melepas Emisi Karbon Tinggi

Kompas.com - 04/04/2013, 04:05 WIB

Jakarta, Kompas - Greenpeace Indonesia memperkirakan, aktivitas pembangkit listrik tenaga uap yang akan dibangun di Batang berpotensi melepaskan emisi karbon sebesar 10,8 juta ton per tahun. Selain tidak sejalan dengan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca, pembangunan PLTU itu juga mengancam kawasan konservasi laut Batang.

”Meski menggunakan teknologi canggih, emisi karbon yang dilepaskan setara emisi Myanmar tahun 2009,” kata Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Rabu (3/4), di Jakarta.

Pilihan menggunakan bahan bakar batubara untuk pembangkit listrik, kata Arif, menunjukkan ketidakkonsistenan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca. Greenpeace mendorong pemanfaatan energi bersih seperti panas bumi yang belum optimal.

Selain karbon, PLTU Batubara berkapasitas 2 x 1.000 megawatt ini juga akan melepaskan polutan beracun lain dalam jumlah sangat besar. Seperti SOx sebesar 16.200 ton per tahun, NOx sebesar 20.200 ton per tahun, dan PM 2,5 sebesar 610 ton per tahun.

”Emisi ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar,” katanya. Hingga kini, sebagian besar masyarakat menolak pembangunan PLTU Batang.

Penolakan dilakukan beberapa kali di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pengadilan Tata Usaha Negara Jawa Tengah, dan Pengadilan Negeri Semarang (Kompas, 24/4/2012 dan 4/9/2012).

Greenpeace Indonesia bersama Lembaga Bantuan Hukum Semarang yang mendampingi warga mencatat, pembangunan PLTU Batang yang membutuhkan lahan 700 hektar juga mengancam lahan pertanian produktif dan permukiman di lima desa, yakni Karanggeneng, Roban, Ujungnegoro, Wonokerso, dan Ponowareng.

PLTU juga akan mengganggu Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro-Roban. Area seluas 6.889,75 hektar sepanjang garis pantai 7 kilometer itu masuk dalam SK Bupati Batang No 523/2005 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban.

Salah satu proyek Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 sektor energi di koridor Jawa ini telah mengkriminalisasi lima warga (Kompas, 12/2). PN Semarang membebaskan dua warga dan memvonis tiga warga lain dengan pidana penjara 5 bulan 5 hari.

Wahyu Nandang dari LBH Semarang mengatakan, kriminalisasi bentuk ketidaktaatan terhadap Pasal 66 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. ”Kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan adalah pelanggaran hak asasi manusia,” kata Wahyu.

Proyek PLTU itu dilakukan konsorsium J-Power, Itochu, dan Adaron Power yang menamakan diri Bhimasena Power Indonesia.(ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com