Menurut anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Milton Pakpahan, Selasa (30/4), di Gedung Energi, Jakarta, pembahasan di internal Komisi VII DPR mengenai format model kelembagaan manajemen operasi hulu migas telah mengerucut. Hal itu bagian dari revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Pembahasan mengerucut pada beberapa opsi, antara lain pembentukan pusat pembiayaan investasi nirlaba agar bisa berinteraksi langsung dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dalam menggarap lapangan-lapangan migas. Institusi itu juga harus berani mengambil risiko untuk survei seismik dengan memakai dana migas milik negara.
Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas mencatat, cadangan minyak nasional terus turun. Saat ini cadangan minyak di Indonesia hanya sekitar 3,6 miliar barrel. Hal ini berarti kontribusi cadangan minyak Indonesia hanya 0,2 persen dari cadangan total minyak dunia.
Pengamat ekonomi migas, Darmawan Prasodjo, menyatakan, model kelembagaan manajemen operasi hulu migas sebaiknya memiliki ruang untuk melaksanakan aksi korporasi, termasuk memiliki hak partisipasi dalam suatu blok migas. Hal ini untuk memberi keleluasaan negara dalam melaksanakan kapitalisasi aset migas. ”Di beberapa negara, jika suatu blok beroperasi, negara harus memiliki hak partisipasi melalui entitas bisnis milik negara,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Rizaldi, menjelaskan, ada beberapa opsi format kelembagaan manajemen operasi hulu migas yang sedang dibahas. Pertama, seperti Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) sekarang. Kedua, seperti Bank Indonesia yang pimpinannya diajukan pemerintah dan disetujui DPR, serta dapat melaksanakan kegiatan komersial sekaligus nirlaba seperti ketahanan energi.
Opsi ketiga adalah, BUMN nirlaba seperti Bursa Efek Indonesia, meski memiliki keterbatasan seperti SKK Migas sekarang yaitu tidak dapat berkegiatan seperti Pertamina.
Satya W Yudha yang juga dari anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Golkar menambahkan, pembahasan di internal Fraksi Partai Golkar mengerucut pada opsi format kelembagaan yang bisa melakukan aktivitas usaha agar bisa bernegosiasi dalam penjualan gas ke luar negeri dengan pembeli langsung.