Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepemilikan Kebun Dibatasi Maksimal 100.000 Ha

Kompas.com - 03/06/2013, 20:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kemtan) bersikukuh untuk tetap membatasi kepemilikan lahan maksimal 100.000 hektare per perusahaan.

Hal ini akan disampaikan dalam sosialiasi draft revisi Peraturan Menteri Pertanian (Pementan) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan pada minggu depan atau tepatnya tanggal 12 Juni 2013.

Dalam sosialisasi nantinya, Kemtan akan mengundang seluruh pemangku kepentingan seperti asosiasi pengusaha perkebunan, petani, dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Direktur Jenderal Perkebunan Kemtan Gamal Nasir mengatakan, Kemtan akan melakukan sosialisasi pada minggu depan sebagai tahap akhir penerbitan revisi Permentan pembatasan lahan perkebunan. "Minggu depan pada 12 Juni akan ada sosialisasi, setelah itu satu dan dua hari kedepannya akan langsung diterbitkan. Pembahasan sudah terlalu lama jadi harus diterbitkan," ujarnya kepada Kontan, Senin (3/6/2013).

Menurut Gamal, pemerintah tetap akan membatasi kepemilikan lahan perkebunan sebesar 100.000 hektare (ha) untuk satu grup perusahaan. Dalam peraturan yang saat ini masih berlaku, pembatasan kepemilikan lahan sebesar 100.000 ha hanya untuk satu Provinsi.

Gamal mengatakan, kebijakan pembatasan lahan perkebunan memang masih mendapatkan penolakan dari beberapa pihak. "Kebijakan tetap akan diterapkan karena memang tidak bisa mengakomodir keinginan seluruh pihak," ujarnya.

Terkait dampak pembatasan kepemilikan lahan akan menghambat peningkatan produksi perusahaan, Gamal mengatakan,  hal tersebut bisa diantisipasi. Gamal menilai, setiap perusahaan harus meningkatkan kemitraan dengan produsen kelas menengah ke bawah.

"Perusahaan harus membangun kebun plasma dengan memberikan benih kepada petani. Nanti hasilnya juga akan dipasok ke perusahaan sehingga produksi bisa terus meningkat," ujarnya.

Gamal menuturkan, pembatasan kepemilikan lahan perkebunan  tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki lahan diatas 100.000 ha sebelum peraturan diterbitkan. Ketentuan ini juga berlaku bagi perusahaan yang telah tercatat di bursa, dimana bagi perusahaan emiten yang telah memiliki lahan diatas 100.000 ha tidak akan dikurangi kepemilikan lahannya. Sementara itu, bagi permohonan izin Hak Guna Usaha (HGU) yang baru harus mengikuti ketentuan dan tidak boleh melebihi 100.000 ha.

Dalam Permentan yang baru, penetapan Izin Usaha Perkebunan(IUP) juga harus melalui rekomendasi Direktorat Jenderal(Ditjen) Perkebunan Kementan sebelum ditetapkan oleh Walikota/Bupati. Hal ini disebabkan selama ini IUP yang dikeluarkan oleh daerah banyak yang tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

Dampak dari pemberian IUP yang tidak sesuai persyaratan adalah banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam pengelolaan perkebunan. Syarat-syarat permohonan IUP sendiri diantaranya rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari Gubernur.

Gamal menambahkan, setiap perusahaan juga wajib membangun 20% kebun plasma dari total kepemilikan lahan perkebunan. Jangka waktu pembangunan kebun plasma maksimal selama tiga tahun sejak peraturan ditetapkan.

Jika perusahaan melanggar ketentuan tersebut, maka Izin Usaha Perkebunan(IUP) akan langsung dicabut. Kemtan meminta Pemerintah Daerah(Pemda) mengikuti peraturan dari pusat dengan bertindak tegas kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan. (Arif Wicaksono/Kontan)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Whats New
OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

Whats New
Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Whats New
Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Work Smart
PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

Whats New
MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

Whats New
Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Whats New
Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Whats New
Kominfo Kembali Buka Pendaftaran Startup Studio Indonesia, Ini Syaratnya

Kominfo Kembali Buka Pendaftaran Startup Studio Indonesia, Ini Syaratnya

Whats New
41 PSN Senilai Rp 544 Triliun Dikebut Rampung 2024, Ini Kendala Pembangunannya

41 PSN Senilai Rp 544 Triliun Dikebut Rampung 2024, Ini Kendala Pembangunannya

Whats New
Bangun Smelter, Tahun Ini ADMR Alokasikan Capex hingga 250 Juta Dollar AS

Bangun Smelter, Tahun Ini ADMR Alokasikan Capex hingga 250 Juta Dollar AS

Whats New
Simak, 6 Tips Menjaga 'Work Life Balance'

Simak, 6 Tips Menjaga "Work Life Balance"

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com