Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/06/2013, 11:34 WIB

KOMPAS.com — Elpiji nonsubsidi kemasan tabung 12 kilogram, pekan lalu, mendadak langka di wilayah Jabodetabek. Kalaupun ada barangnya, harga bahan bakar yang biasa dipakai untuk kebutuhan rumah tangga itu melambung di luar kewajaran.

Sebagai komoditas strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kekurangan pasokan elpiji itu meresahkan masyarakat. Apalagi rakyat amat bergantung pada bahan bakar itu untuk keperluan rumah tangga setelah pemerintah mengalihkan pemakaian minyak tanah ke elpiji demi mengurangi konsumsi bahan bakar minyak.

Ini untuk kesekian kalinya terjadi kelangkaan elpiji di pasaran. Bahkan, kali ini krisis ketersediaan elpiji nonsubsidi terjadi di Jakarta dan sekitarnya yang infrastrukturnya relatif bagus. Betapa lemahnya pengelolaan distribusi bahan bakar pengganti minyak tanah itu.

PT Pertamina (Persero) menuding kelangkaan elpiji nonsubsidi itu sebagai dampak libur panjang sehingga banyak agen tidak mengambil elpiji. Ketika permintaan kembali normal, distribusi elpiji ke agen-agen terkendala kemacetan parah sehingga terjadi keterlambatan pengiriman elpiji.

Kondisi ini dimanfaatkan sejumlah agen yang nakal untuk menimbun dan menjual elpiji dengan harga tak wajar. Harga normal elpiji 12 kg berkisar Rp 75.000 per tabung. Saat langka, harganya melambung hingga Rp 100.000 per tabung.

Kejadian ini bersamaan dengan Pertamina meluncurkan dua jenis gas elpiji 12 kg yang baru, yakni Bright Gas dan Ease Gas, tanpa ada sosialisasi. Akibatnya ada anggapan bahwa Pertamina akan mengganti tabung 12 kg lama dengan tabung Bright Gas yang lebih mahal, yakni Rp 140.000 per tabung.

Sebagian konsumen langsung memborong elpiji 12 kg kemasan lama untuk persediaan. Sebagian konsumen beralih ke elpiji bersubsidi kemasan tabung 3 kg yang harganya lebih murah untuk mengantisipasi penarikan tabung lama.

Krisis ketersediaan elpiji nonsubsidi itu mencerminkan adanya masalah dalam pendistribusian. Semestinya situasi libur panjang dan kemacetan parah bisa diantisipasi sejak jauh-jauh hari, baik melalui penambahan pasokan elpiji maupun perubahan pola distribusi untuk menghadapi situasi di luar normal.

Pertamina juga harus lebih tegas dalam menindak agen-agen nakal yang mempermainkan harga elpiji serta menimbun elpiji demi untung besar. Perlu dicari terobosan penyaluran elpiji agar bisa mengontrol distribusi hingga ke tingkat pengecer melalui kerja sama dengan para agen.

Pertamina perlu menggalakkan sosialisasi mengenai hadirnya produk baru itu dan memastikan tidak ada penarikan ataupun pengurangan stok tabung elpiji kemasan lama.(EVY RACHMAWATI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com