Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengharap Problema Subsidi BBM Segera Berakhir

Kompas.com - 11/06/2013, 12:24 WIB

KOMPAS.com - Lama tak terdengar kabarnya, ternyata jelang pertengahan tahun 2013 persoalan bahan bakar minyak (BBM) kembali hangat dan menjadi bahan pembicaraan di dalam negeri.

Bagaimana tidak, masalah keterbatasan pasokan berikut tekanan defisit Indonesia ditengarai memaksa pemerintah untuk mengambil langkah pengamanan terkait bahan bakar premium dan solar. Parahnya, kemelut BBM ini dituding sebagai biang keladi dan ancaman bagi stabilitas peringkat Indonesia di mata investor. Terutama bila dikaitkan dengan penurunan peringkat negara RI oleh S&P baru-baru ini maupun peluang perubahan peringkat dari lembaga pemeringkat lainnya.

Salah satu solusi yang ramai diperbincangkan adalah rencana pemberlakuan dua harga atas harga bahan bakar idola masyarakat Indonesia itu oleh pemerintah. Beragam alternatif peluang harga baru pun marak mewarnai media. Mulai dari nominal kenaikan senilai Rp 1. 000 hingga Rp 2.000. Walaupun, kapan implementasi pemberlakuan dua harga itu akan benar-benar dilaksanakan belum dapat dipastikan secara jelas.

Otomatis sinyal peningkatan harga barang-barang kebutuhan sehari-hari menunjukkan kesiapan untuk berubah, termasuk transportasi. Meski, rencana perubahan harga BBM itu tidak akan mengganggu gugat keberadaan kendaraan roda dua dan angkutan umum. Kedua jenis fasilitas itu menyangkut rakyat kecil sehingga dipastikan harganya masih akan tetap sama. Mengingat pemerintah masih sangat concern terhadap beban dan tekanan hidup masyarakat yang kebanyakan merupakan kalangan bawah itu.

Dilema subsidi BBM
Memang tak dapat dimungkiri bahwa permasalahan seputar BBM bakal terus menghantui Indonesia ditengah perbedaan kepentingan antara beberapa pihak. Di satu sisi, masih banyak warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Imbas kenaikan harga pun sudah pasti akan semakin memperburuk kualitas kehidupan mereka.

Sedangkan di sisi lain, tekanan problema melebarnya defisit negara RI pun tak kalah mencemaskan. Apalagi berpeluang memberikan dampak negatif yang lebih luas pada perekonomian dalam negeri.

Berbagai cara pun telah dilakukan pemerintah Indonesia demi tuntaskan persoalan itu. Walaupun dalam implementasinya terindikasi terhadang banyak hal. Sebut saja luasnya cakupan wilayah negara RI yang berbentuk kepulauan berikut panjangnya hieraki pada internal pemerintahan Indonesia yang ditengarai menjadi salah satu penyebab ‘seretnya’ pencarian solusi terbaik atas persoalan BBM di dalam negeri.

Menelusuri problema BBM, ada baiknya memahami benar mengenai faktor demand and supply kebutuhan bahan bakar minyak domestik. Karena sesungguhnya, apabila ditinjau dari segi kepemilikan sumber BBM, Indonesia sebenarnya mempunyai area sumber yang memadai.

Bahkan diperkirakan tersebar di berbagai pelosok Nusantara. Belum lagi dengan kekayaan sumber-sumber mineral lainnya, yang tidak hanya berupa minyak dan gas alam di tengah kecemasan bahwa energi tidak terbarukan itu akan terus berkurang jumlahnya dari waktu ke waktu.

Namun demikian, kurang maksimalnya penggunaan sumber-sumber tersebut serta lemahnya dukungan fasilitas infrastruktur berpotensi menghalanginya. Terlebih persepsi lebih gampang dan mudah jika langsung membeli dari pihak luar dibandingkan dengan memprosesnya sendiri menjadi ‘penggoda’ utama para pelaku usaha bidang pertambangan Nusantara.

Padahal, biayanya akan sangat jauh lebih mahal apabila pemenuhan kebutuhan sumber-sumber energi kita, terutama yang berasal dari sektor migas diperoleh dari luar negeri. Mengingat aktivitas transaksi tersebut berkenaan dengan kurs mata uang asing, dalam hal ini US Dollar. Kurs dollar/rupiah akhir-akhir ini memperlihatkan masih lebih kokohnya mata uang Amerika itu di hadapan sebagian mata uang asing lainnya.

Posisi safe-haven dollar AS pun menambah kuatnya dominasi the greenback dibandingkan rupiah di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global yang membayangi. Hingga, peluang kian melebarnya defisit neraca pembayaran turut menjadi ancaman tambahan buat perekonomian domestik.

Dampak persoalan BBM
Berlanjutnya persoalan bahan bakar minyak bersubsidi di Indonesia disinyalir tidak hanya memberikan dampak bagi rakyat kecil. Kendati kalangan bawah itu dianggap paling banyak terkena imbas negatifnya. Terutama disebabkan masih rendahnya pos pemasukan atau pendapatan warga negara Indonesia, yang jumlahnya paling besar.

Dengan tambahan problem ekonomi pasar global, bisa dibayangkan betapa rumitnya permasalahan yang kian membebani pemerintah RI. Apalagi bila meninjau juga sisi sektor perdagangan internasional, kemelut krisis utang negara-negara besar dunia berikut belenggu perlambatan laju pemulihan ekonomi global turut mempengaruhi salah satu sektor penting negeri tercinta, yakni ekspor dan impor. Belum lagi ancaman pelemahan rupiah yang dikhawatirkan imbas buruknya, khususnya bagi para importir.

Sementara itu, banyak pihak mulai menyadari betapa besarnya pengaruh semua persoalan itu terhadap aktivitas perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila pemerintah berikut warga negara RI mulai berbenah diri mengupayakan jalan keluar terbaik bagi penyelesaian masalah BBM.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

    Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

    Whats New
    Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

    Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

    Whats New
    Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

    Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

    Whats New
    Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

    Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

    Whats New
    Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

    Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

    BrandzView
    Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

    Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

    Whats New
    Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

    Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

    Whats New
    Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

    Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

    Whats New
    Puasa Itu Berhemat atau Boros?

    Puasa Itu Berhemat atau Boros?

    Spend Smart
    Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

    Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

    Whats New
    Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

    Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

    Whats New
    Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

    Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

    Whats New
    Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

    Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

    Spend Smart
    Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

    Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

    Whats New
    Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

    Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com