Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak UKM, Nasib 55 Juta Usaha

Kompas.com - 28/06/2013, 07:26 WIB
Erlangga Djumena

Penulis


KOMPAS.com
- Berurusan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM memang harus ekstra peka. Sebab, tidak sedikit dari mereka memulai usaha dengan modal yang seadanya. Mereka juga adalah orang-orang yang berani karena mau berupaya sendiri, tidak bergantung pada lapangan kerja formal yang ada. Sukses masih gelap, tetapi merugi hal pasti.

Dan, asal tahu, jumlah UMKM atau UKM di Indonesia cukup meyakinkan. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah per Juni 2013, saat ini ada 55,2 juta UKM atau 99,98 persen dari total unit usaha di Indonesia. Dan, UKM ini menyerap 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3 persen dari total tenaga kerja Indonesia. UKM juga menyumbang 57,12 persen dari produk domestik bruto (PDB), kini menyampaikan Rp 8.200 triliun.

Karena jumlah yang besar dan peran yang cukup signifikan pada perekonomian, ketika Menteri Keuangan menetapkan skema pajak UKM yang mulai berlaku 1 Juli nanti, banyak yang menuangkan keberatan. Skema pajak ini untuk usaha yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun. Besar pajak adalah 1 persen dari omzet bulanan.

Dilihat dari skema pajak yang ada, jelas UKM akan dipungut 1 persen dari omzet dan bukannya berdasarkan dari keuntungan yang kena pajak, sebagaimana lazimnya pungutan pajak pada perusahaan. Omzet selalu ada. Namun, keuntungan yang kena pajak bisa tidak ada apabila biaya operasional lebih besar daripada pendapatan. Jadinya perusahaan bebas dari pungutan pajak. Namun, bagi UKM yang berperan begitu signifikan tetap dipungut pajak karena berdasarkan omzet yang ada.

Dalam hal ini bisa dipahami kalau muncul tuduhan bahwa skema pajak ini sangat tidak adil, terutama bagi pihak UMKM. Peran mereka yang menyumbang 57,12 persen dari PDB diabaikan. Keberhasilan mereka membantu pemerintah menampung 101,72 juta tenaga kerja juga seakan tak bermakna apa-apa.

Namun, alasan pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan M Chatib Basri juga cukup masuk akal. Pengenaan pajak atas UKM ini dalam upaya mendorong pengembangan usaha ini memasuki sektor formal. ”Ini insentif untuk menjadi sektor formal karena banyak sektor yang potensial, tapi belum creditable (layak untuk diberikan kredit),” ujar Menkeu.

Sejauh ini disadari bahwa banyak kelompok UKM yang belum membayar pajak secara layak. Akibatnya, pihak perbankan tidak berani memberikan kredit untuk pengembangan usaha. Padahal, UKM sangat membutuhkan modal.

Jadi, upaya pengenaan pajak atas UKM ini untuk perbaikan dan pengembangan usaha mereka. Dengan rela membayar pajak, sebagai balasannya mereka bisa mendapat akses kredit dan permodalan dari perbankan.

Jelas skema pajak ini bisa membuat jumlah UKM di negeri ini meningkat dari 55,2 juta unit saat ini. Tenaga kerja yang ditampung juga bisa lebih dari 101,72 juta orang. Perekonomian sebuah negara menjadi kuat dan tangguh jika bertumpu pada UKM yang dominan dan sehat. (Pieter P Gero)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com