KOMPAS.com -
Jika Bank Dunia menyebutkan perkiraan inflasi pada akhir tahun 2013 akan menjadi 9 persen, maka berarti pula nilai uang yang ada pada setiap orang di negeri ini juga merosot 9 persen. Semisal, gaji atau upah yang tadinya naik dengan 15 persen, maka dengan inflasi yang ada sebenarnya gaji atau upah tadi hanya naik 6 persen. Memprihatinkan apabila tidak pernah terjadi kenaikan upah atau gaji.

Karenanya, angka inflasi ini harus tetap dijaga agar jangan terlalu tinggi. Tetap terkendali. Yang lazim terdengar bahwa pemerintah selalu mengupayakan agar angka inflasi tidak mencapai dua digit atau berada di bawah 10 persen. Bagi Indonesia yang dalam beberapa tahun ini selalu mencatat inflasi sekitar 5 persen plus dan minus 1 persen, maka angka inflasi 9 persen termasuk relatif tinggi.

Padahal, angka inflasi 9 persen sebenarnya masih tidak terlalu tinggi. Masih masuk dalam kategori inflasi ringan. Beberapa negara di Afrika seperti Zimbabwe, mencatat inflasi 231 persen per tahun dan masuk kategori hiperinflasi. Inflasi dengan kategori sedang antara 10-30 persen dan inflasi kategori berat antara 30-100 persen.

Karena inflasi membuat nilai uang tergerus, maka dampaknya juga membuat daya beli merosot. Tidak heran Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 hanya 5,9 persen. Konsumsi yang selama ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi jelas merosot akibat terjadi inflasi akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada 22 Juni lalu. Sebelum ini, target pertumbuhan ekonomi antara 6,2 hingga 6,5 persen.

Pilihan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi diakui pilihan pahit dari yang terpahit. Namun jika dibiarkan tanpa menaikkan harga BBM, maka sebuah krisis ekonomi bisa saja datang dan berdampak sangat luas. Beban subsidi membuat anggaran negara kian tak sehat dan membahayakan ketahanan perekonomian.

Bank Indonesia sejauh ini menyebutkan bahwa beban inflasi akibat kenaikan harga BBM ini hanya temporer dalam tiga bulan. Dihitung dengan dampak harga BBM tadi pada kenaikan tarif transportasi dan kenaikan harga bahan makan, BI memperkirakan inflasi sampai akhir tahun sesuai target tahun 2013 yakni 7,2 persen. Tahun 2014, inflasi menjadi 3,5-5,5 persen.

Lepas mana yang tepat, inflasi versi Bank Dunia atau inflasi versi Bank Indonesia, tetap saja pemerintah dituntut untuk mengendalikan apa penyebab dari proses yang membuat nilai uang masyarakat ini tergerus. Proses yang membuat warga masyarakat dengan uang terbatas menjadi semakin sulit membeli barang-barang termasuk bahan kebutuhan pokok.

Inflasi bisa disebabkan banyaknya uang yang beredar, yang mendorong konsumsi masyarakat. Tetapi juga bisa disebabkan distribusi barang yang tak beres. Uang beredar serta distribusi barang yang tak beres kian mendorong inflasi. Pemerintah harus bisa mengatasi semua penyebab ini. Produksi dalam negeri dijaga atau didorong. Tidak sehat jika terus menutupi kebutuhan barang dari impor. (Pieter P Gero)