Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Gas Tangguh, Indonesia Siap Bawa CNOOC ke Arbitrase

Kompas.com - 05/07/2013, 14:27 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com- 
Renegosiasi harga liquefied natural gas (LNG) Fujian milik China National Oil Offshore Corporation (CNOOC) semakin memanas. Pemerintah ingin CNOOC membeli gas dari LNG Tangguh Papua Barat itu dengan harga sesuai kondisi saat ini. Jika tak ditemukan kata sepakat, pemerintah siap membawa CNOOC ke Arbitrase Internasional.

Sekadar berkilas balik, kontrak ekspor LNG Tangguh dengan CNOOC pertama kali ditandatangani pada tahun 2002. Saat itu, disepakati harga jual gas mencapai 2,4 dollar AS per million metric british thermal units (mmbtu) dengan parameter penentuan harga gas ialah patokan batas atas harga minyak mentah 25 dollar AS per barel.

Selanjutnya, pada 2006, Pemerintah Indonesia berhasil melakukan negosiasi ulang kontrak. Dari renegosiasi disepakati, harga gas Fujian naik menjadi 3,35 dollar AS per mmbtu, dengan patokan batas atas harga minyak mentah sebesar 38 dollar AS per barel.

Renegosiasi harga sejatinya telah diupayakan pemerintah pada 2008 silam. Namun, kala itu, pemerintah gagal membujuk meskipun harga minyak mentah sudah melambung hingga 100 dollar AS per barel. Adapun volume ekspor LNG ke Fujian mencapai 2,6 juta ton per tahun hingga masa kontrak habis 2029 nanti.

Widhyawan Prawiraatmadja, Deputi Pengendalian Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan, masing-masing pihak masih ngotot menyoal waktu dimulainya kontrak jual beli gas dengan harga yang baru.

"Sekarang ini, perlu pengertian yang sama dengan pihak China terhadap kontrak," kata dia, Rabu (3/7/2013).

Widhyawan menjelaskan, Indonesia menginginkan mulainya harga gas baru yaitu Mei 2013 walau sebenarnya sekarang sudah Juli 2013 dan belum ada perubahan harga. Alasannya, perdagangan gas LNG dari Papua ke Fujian pertama kali dilakukan pada Mei 2009, sehingga harga baru seharusnya menyesuaikan transaksi yang sebelumnya.

Di sisi lain, pihak CNOOC justru bersikukuh bahwa setiap kontrak yang baru disepakati harus dimulai pada awal tahun. Artinya, peningkatan harga dari gas hasil ekspor ini baru bisa dinikmati Januari tahun depan.

Harga harus tinggi

Menurut Widhyawan, saat ini, masing-masing pengacara dari kedua belah pihak tengah membahas awal waktu penetapan harga baru. "Pengertian kami, mulainya harga baru itu pada Mei 2013, sedangkan mereka Januari 2014. Ini harus disamakan pengertiannya," katanya.

Widhyawan menegaskan, jika penetapan waktu menemui jalan buntu, jalan tengahnya melalui Arbitrase Internasional. "Pengertian kontrak kan harus sama, ini sebetulnya bisa diselesaikan oleh arbitrase. Namun, sekarang masing-masing lawyer sedang menyamakan persepsi hukumnya," jelasnya.

Pengamat migas Kurtubi mengungkapkan, untuk menentukan harga gas harus melihat harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia naik, harga gas juga mesti naik. Rumus itu biasa digunakan dalam jual beli gas. "Pemerintah ingin harganya 7 dollar AS per mmbtu, mestinya kan harga gas dilihat dari harga minyak sekarang," katanya.

Lihat saja perbandingannya dengan harga LNG Badak ke Jepang. Saat ini, harga LNG Badak telah mengikuti harga minyak dunia, sehingga harga nya tinggi, yakni mencapai 17,5 dollar AS per mmbtu. (Muhammad Yazid, Azis Husaini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com