Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Penyebab Pertumbuhan Ekonomi Melambat Versi IMF

Kompas.com - 10/07/2013, 10:12 WIB
WASHINGTON, KOMPAS.com - Proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2013 kembali direvisi, turun 0,2 persen menjadi 3,1 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan ada tiga faktor yang melatari penurunan itu.

Dalam laporan World Outlook terbaru, IMF menyebutkan faktor pertama adalah pertumbuhan yang terus mengecewakan di negara-negara berkembang utama. Penurunan ini mencerminkan berbagai tingkat kemampatan infrastruktur dan keterbatasan kapasitas lain, pertumbuhan permintaan eksternal lebih lambat, harga komoditas yang lebih rendah, kekhawatiran stabilitas keuangan, dan dalam beberapa kasus lemahnya dukungan kebijakan.

"Pertumbuhan di mana-mana sedikit lebih lemah dari perkiraan April. Negara-negara BRICS (China, Brasil, Rusia, India dan Afrika Selatan) telah mengalami speed bumps," kata Kepala Ekonom IMF Olivier Blanchard, Selasa (9/7/2013) dalam sebuah konferensi pers. Perekonomian China, misalnya, diperkirakan akan turun ke pertumbuhan 7,8 persen pada 2013 dan 7,7 persen pada 2014.

IMF menilai banyak negara berkembang menghadapi "trade-off" (tarik-menarik) antara kebijakan makroekonomi untuk mendorong kegiatan ekonomi yang lemah dan upaya mereka mengatasi arus keluar modal.

Di negara-negara berkembang, IMF berpendapat pelonggaran moneter bisa menjadi pertahanan baris pertama terhadap risiko penurunan. "Dengan prospek pertumbuhan lebih lemah dan masalah-masalah peninggalan potensial dari periode pertumbuhan kredit pesat yang berkepanjangan, kerangka kebijakan harus siap untuk menangani kemungkinan peningkatan risiko stabilitas keuangan," ujar IMF dalam laporannya itu.

Kedua, resesi di kawasan euro ternyata melebihi perkiraan. Berinteraksinya permintaan rendah, kepercayaan yang tertekan, dan neraca yang lemah, memperburuk dampak terhadap pertumbuhan. Resesi berkepanjangan juga merupakan dampak dari kondisi fiskal dan keuangan yang ketat.

IMF menuliskan pula, kawasan euro akan tetap dalam resesi pada 2013, dengan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi 0,6 persen. Pertumbuhan akan meningkat menjadi 0,9 persen pada 2014, dengan 0,1 persentase poin lebih lemah dari proyeksi sebelumnya, kata laporan itu.

Ketiga, perekonomian AS telah berkembang dengan kecepatan yang lebih lemah, karena kontraksi fiskal yang lebih kuat membebani peningkatan permintaan swasta.

IMF memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh 1,7 persen pada 2013 sebelum menguat menjadi 2,7 persen pada 2014. Proyeksi IMF lebih pesimis dari prospek ekonomi terbaru Gedung Putih.

Gedung Putih pada Senin (8/7/2013) memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh 2 persen tahun ini dan 3,1 persen pada 2014 karena berlanjutnya pemotongan belanja pemerintah.

IMF menyatakan negara-negara maju harus "mempertahankan bauran kebijakan makroekonomi yang mendukung, dikombinasikan dengan rencana kredibel untuk mencapai utang jangka menengah berkelanjutan dan reformasi untuk mengembalikan neraca dan saluran kredit."

"Prospek pertumbuhan yang lebih lemah dan risiko baru meningkatkan tantangan baru untuk pertumbuhan dan lapangan pekerjaan global, serta penyeimbangan kembali global. Para pembuat kebijakan di mana pun perlu meningkatkan upaya untuk memastikan pertumbuhan yang kuat," kata laporan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com