Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waduh....Dollar AS Sudah "Ceban"

Kompas.com - 15/07/2013, 17:48 WIB
Tjahja Gunawan Diredja

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Daya tahan Bank Indonesia kini mendapat ujian. Selaku otoritas moneter, bank sentral "ditantang" untuk bisa menjaga agar kurs rupiah bisa dipertahankan pada nilai Rp 9.600 per dollar AS sebagaimana telah ditetapkan dalam APBN Perubahan 2013.

Pada hari Senin (15/7), kurs tengah BI sudah menembus angka psikologsi yakni Rp 10.024 per dollar AS. Pada Jumat (12/7), kurs tengah BI masih berada pada angka Rp 9.980 per dollar AS. Sebelumnya pada tanggal 8 September 2009, kurs tengah BI juga pernah berada di atas Rp 10.000 per dollar AS.

Merosotnya nilai tukar rupiah membuktikan kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate yang pada Kamis (11/7) lalu dinaikkan sebesar 50 basis poin menjadi 6,5 persen, ternyata tidak cukup efektif untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah.

Menurut Leo Rinaldy, ekonom PT Mandiri Sekuritas, sebegaimana dikutip Bloomberg, salah satu faktor penyebab pelemahan rupiah akibat data perlambatan pertumbuhan ekonomi China sebesar 7,5 persen pada kuartal II tahun 2013.

Perlambatan ekonomi China dapat menurunkan tingkat permintaan ekspor Indonesia dari Negeri Panda tersebut. Maklum, China merupakan salah satu mitra dagang Indonesia yang terbesar.

"Perlambatan ekonomi China akan berdampak pada perekonomian negara-negara Asia Tenggara dan lebih jauh lagi akan berpengaruh pada tingkat ekspor Indonesia," jelas Leo Rinaldy.

Joe Rinaldy menambahkan, langkah BI menaikkan suku bunga acuan cukup efektif dalam menekan laju inflasi. Namun, "Langkah BI tersebut belum berhasil menenangkan pasar karena tingginya tekanan eksternal terhadap rupiah," paparmya.

Lantas, apa pengaruh pelemahan kurs rupiah ini terhadap masyarakat? Dengan nilai kurs rupiah yang melemah, masyarakat terpaksa akan merogoh kocek lebih dalam karena harga barang-barang akan naik lagi terutama produk yang diimpor dari luar negeri.

Sebelumnya, masyarakat juga sudah merasakan beban kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok akibat naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Lengkap sudah penderitaan masyarakat.  

Kita sudah sering mendengar keluhan masyarakat terutama ibu-ibu yang harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi untuk membeli bahan-bahan makanan di pasar-pasar.  Hampir semua jenis kebutuhan pokok masyarakat mengalami kenaikan. Kondisi ini tentu saja sangat memukul lapisan masyarakat kecil maupun masyarakat yang berpenghasilan tetap.

Untuk saat ini, masyarakat tentu hanya bisa mengeluh dan atau mencari jalan keluar dengan cara hidup lebih hemat dan lebih cerdas dalam membelanjakan uangnya. Sementara, mengharapkan pemerintah bisa mengatasi laju kenaikan harga-harga barang dan jasa, juga bagaikan pungguk merindukan bulan.

Aksi marah-marah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada para menteri dalam rapat terbatas Sabtu pekan lalu, menandakan bahwa para menteri tidak mempunyai sense of crisis. Para menteri terkait seharusnya jauh sebelumnya sudah bisa mengantisipasi berbagai harga kebutuhan pokok dengan melakukan berbagai tindakan konkret, apalagi pada bulan Ramadhan seperti sekarang permintaan bahan makanan juga cenderung meningkat.

Memang, sebagian besar barang kebutuhan masyarakat tersedia di pasar  tetapi harganya semakin mahal.  Kini pernyataan apalagi janji-janji manis dari para pejabat publik tidak bisa lagi dijadikan sebagai pegangan oleh masyarakat.

Sekarang masyarakat butuh bukti bahwa harga-harga kebutuhan sehari-hari, bisa diturunkan dan dapat dijangkau oleh mereka.

Jadi, sekarang ada baiknya para elit politik menunda kegiatan politik praktis untuk sekedar pencitraan di tahun 2014. Para pejabat publik khususnya para menteri, harus fokus pada tugas utamanya yakni melayani masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com