Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelemahan Rupiah Tidak Jelek-jelek Amat

Kompas.com - 29/07/2013, 09:50 WIB
Didik Purwanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Arifianto mengatakan nilai tukar rupiah yang saat ini telah menembus level Rp 10.000 per dollar AS dinilai masih aman. Sebab, depresiasi nilai tukar Indonesia ini masih lebih baik dibanding negara sekawasan.

"Nilai tukar melemah hingga 5-6 persen itu masih aman. Sebab, pelemahan rupiah ini masih lebih baik dibanding negara sekawasan. Angka 5-6 persen itu masih wajar," kata Doddy kepada Kompas.com yang ditemui di acara diskusi "Kiprah Bank Milik Pemda di Kancah Nasional" di Hotel JS Luwansa, akhir pekan lalu.

Sejak awal tahun ini, rupiah sudah bertahan di level Rp 9.700 per dollar AS. Hingga akhir pekan lalu, rupiah diperdagangkan di level Rp 10.265 per dollar AS. Artinya, rupiah sudah melemah 5,8 persen.

Doddy membandingkan dengan mata uang lira Turki yang melemah sekitar 9 persen dan mata uang rupee India yang melemah 7 persen. Sementara peso Filipina juga melemah sekitar 5 persen dalam periode yang sama. "Artinya, nilai tukar mata uang kita tidak jelek-jelek amat," tambahnya.

Doddy menambahkan bahwa nilai tukar rupiah saat ini memang mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Bagaimanapun, rupiah melemah juga karena perekonomian Indonesia juga sedang melambat.

Saat ini, posisi neraca perdagangan, neraca pembayaran hingga neraca anggaran masih defisit. Apalagi inflasi khususnya di bulan Juli 2013 akibat kenaikan harga BBM bersubsidi juga akan melonjak. Sentimen negatif inilah yang menyebabkan rupiah melemah, di tengah perekonomian global yang juga masih belum pulih.

"Pelemahan rupiah ini juga bagus biar orang tidak banyak impor. Saya rasa ini juga perlu untuk menekan neraca perdagangan yang kebanyakan impor. Tapi ke depan, kita optimis esensi perekonomian akan lebih bagus," jelasnya.

Doddy juga memperkirakan hingga akhir tahun ini rupiah juga masih akan melemah, bahkan hingga ke level Rp 10.500 per dollar AS.  Bank Indonesia pun tidak perlu melawan arus global sehingga menyebabkan cadangan devisanya tergerus hingga 7 miliar dollar AS (Rp 70 triliun) untuk menyelamatkan rupiah.

"Memang ini karena pelemahan global. Yang penting masyarakat kita masih percaya bahwa masih ada intervensi dari BI. Soalnya bila masyarakat tidak percaya dengan kondisi ekonominya sendiri, nanti bisa ada penarikan uang besar-besaran (rush) seperti saat tahun 1997 dulu," jelasnya.

Doddy menganggap, masih adanya pelemahan ekonomi global ini akan menyebabkan investor asing juga belum akan menanamkan investasinya di negeri sendiri. Biasanya investor ini masih memegang sendiri uangnya sambil menunggu kondisi perekonomian terkini.

"Tenang saja, suku bunga The Fed itu masih 0 persen sampai 2015. Jadi mau asing cabut dari Indonesia juga tidak masalah. Sebab, mereka juga tidak tahu mau investasi di mana karena tidak ada imbal hasil yang tinggi di luar sana," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com