Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ADB Ingatkan Pemerintah Jangan Anggap Enteng Kondisi Saat Ini

Kompas.com - 23/08/2013, 07:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Pembangunan Asia mengingatkan Pemerintah Indonesia agar tidak menganggap enteng kondisi teraktual di pasar modal Indonesia. Prinsip kehati-hatian tetap perlu dikedepankan untuk mengambil pilihan-pilihan kebijakan dan atau respons atas kondisi perekonomian teraktual itu.

”Jika tidak hati-hati, bisa saja krisis moneter 1998 terulang. Ini masalahnya tidak sesederhana seperti terlihat, seperti tekanan pada nilai tukar dan defisit,” kata ekonom Bank Pembangunan Asia (ADB), Iwan Jaya Azis, seusai diskusi bersama pelaku pasar yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Kamis (22/8/2013).

Iwan menyatakan, dunia semakin terkait satu sama lain. Dampak masing-masing tidak dapat dihindari. ”Satu sakit kena semua,” kata Iwan, yang juga Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Region ADB.

Menurut Iwan, kondisi Indonesia saat ini masih lebih baik dibandingkan dengan India dan Thailand. Namun, dia meminta pemerintah juga mewaspadai kemungkinan dampak dari kondisi terbaru Korea Selatan, negara dengan tingkat utang rumah tangganya lebih tinggi daripada kondisi di Yunani. Negara ini mengalami krisis ekonomi terparah di Uni Eropa.

Iwan menyatakan, kekuatan Asia sebagai sumber pertumbuhan global sudah turun lebih dari 50 persen dibandingkan dengan tiga bulan lalu. Ini gara-gara gonjang-ganjing sektor keuangan dunia dengan pelambatan terbesar terjadi di China.

”Saya tidak yakin tapering akan dilakukan bulan depan, tapi akan segera dilakukan. The Fed juga bingung karena hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Makanya tidak dapat diprediksi, mereka coba-coba juga,” kata Iwan.

Tapering adalah rencana pengurangan pembelian obligasi atau pengurangan kebijakan memperlonggar likuiditas atau quantitative easing (QE) oleh Bank Sentral AS/The Federal Reserve. The Fed berniat mengurangi pembelian obligasi dari 85 miliar dollar AS per bulan menjadi 60 miliar dollar AS hingga 65 miliar dollar AS mulai September sampai Desember 2013.

Sampai hari Kamis (22/8/2013), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun -47,04 poin (1,11 persen) ke 4,171.41. Tercatat transaksi sebanyak 15,7 juta lot atau setara dengan Rp 6,8 triliun. Penjualan bersih oleh asing di pasar reguler sebesar Rp 647 miliar. Sepanjang tahun ini, dana investor asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia senilai Rp 7,8 triliun.

Sementara kurs tengah BI menunjukkan nilai rupiah turun 72 poin atau 0,67 persen ke level Rp 10.795 per dollar AS. Di pasar spot, rupiah berada di level Rp 10.875 per dollar AS atau turun 100 poin (0,93 persen). Nilai rupiah kemarin sempat menyentuh level Rp 11.145 per dollar AS. Sepanjang tahun ini nilai rupiah telah turun sekitar 13,5 persen.

Kebijakan The Fed mengurangi pembelian obligasi juga membuat mata uang regional anjlok. Nilai rupee India turun dari 64,72 rupee menjadi 65,15 rupee per dollar AS. Menurut AFP, rupee bahkan sempat menyentuh rekor terendah 65,27 rupee per dollar AS. Baht Thailand juga melemah dari 31,77 baht menjadi 32,12 baht per dollar AS. Sejumlah mata uang di Asia juga melemah hari Kamis kemarin.

Wakil Presiden Boediono saat kuliah umum peserta program pendidikan Lemhannas menolak istilah pelemahan rupiah. Bagi mantan Gubernur BI itu, kondisi di pasar valuta ini lebih mengindikasikan terjadinya fenomena penguatan dollar AS. Maka, istilah pelemahan rupiah perlu diganti dengan istilah penguatan dollar AS. ”Implikasi kebijakan (dari kedua istilah tersebut) berbeda. Jangan sampai kita salah mendefiniskan masalah yang terjadi kini,” ujarnya.

Langkah pemerintahPresiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi di Jakarta, Jumat ini. Hal ini sebagai respons pemerintah atas pelemahan rupiah dan jatuhnyaIHSG selama empat hari terakhri ini. Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah memperbaiki transaksi berjalan dan menggenjot investasi.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menggelar rapat di Jakarta, kemarin. Hadir antara lain Menteri Keuangan M Chatib Basri, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, Menteri Pertanian Suswono, dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswo Utomo.

Rapat tersebut merupakan tindak lanjut atas rapat kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Yudhoyono sehari sebelumnya. Rapat menyiapkan paket kebijakan. Rapat dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama khusus internal pemerintah. Sesi kedua pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Di sela-sela rapat, Hatta menyatakan, paket kebijakan ekonomi akan diumumkan langsung oleh Presiden. Paket tersebut intinya adalah kumpulan kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian dan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional jangka pendek dan menengah.

”Dari sisi moneter, BI bekerja. Dari sisi pemerintah, kita bekerja pada makro maupun sektor riilnya,” kata Hatta.

Salah satu isi paket sebagaimana dipaparkan Hatta adalah menggenjot investasi. Caranya adalah relaksasi sejumlah insentif pajak, revisi daftar negatif Indonesia (DNI), dan pemangkasan hambatan, terutama perizinan.

Relaksasi insentif pajak antara lain diberlakukan pada tax allowance (pengurangan pajak) dan tax holiday (pembebasan pajak). Untuk DNI, revisi yang dilakukan semangatnya adalah membuat daftar tersebut semakin ramah investor tanpa melanggar undang-undang. Sementara pemangkasan hambatan perizinan antara lain dilakukan di sektor migas. Dari 68 perizinan dipangkas menjadi 8 perizinan.

Pemerintah juga mencermati transaksi berjalan yang defisit selama tujuh triwulan berturut-turut. (BEN/LAS/ATO/CAS/MAS/RAZ/ETA/PPG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com