Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Loyo, Harga Buah dan Daging Makin Mahal

Kompas.com - 23/08/2013, 07:43 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com —
Tak cuma industri, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga berdampak terhadap harga impor produk hortikultura dan daging. Maka, harga buah dan daging impor berpotensi meningkat.

Ketua Umum Asosiasi Eksportir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Asebssindo) Khafid Sirotuddin mengatakan, akan terjadi penyesuaian harga buah impor. Pasalnya, selain perubahan kurs, importir juga harus menanggung kenaikan berbagai biaya pendukung importansi yang juga naik. "Kondisi ini berat bagi importir," katanya kemarin.

Seperti diketahui, kurs rupiah terus melemah beberapa waktu belakangan ini, bahkan di pasar spot sempat menyentuh Rp 11.000 untuk setiap dollar AS. Padahal, kurs tersebut tahun lalu masih berkisar sekitar Rp 9.600 hingga Rp 9.700 per dollar AS. Dengan demikian, importir harus mengeluarkan rupiah yang lebih banyak untuk memperoleh barang yang sama.

Maka, tidak aneh kalau harga buah impor kemudian melonjak. Menurut seorang importir buah, kemarin, harga apel washington Rp 380.000 per 20 kilogram (kg), kemudian harga apel fuji Rp 300.000 per 18 kg, harga anggur Rp 350.000 per 8 kilogram, sebelumnya Rp 200.000. Harga pir madu Rp 220.000 per 12 kg. Kemudian harga jeruk murcott Rp 330.000 per 10 kg. Rata-rata harga buah tersebut sudah mengalami kenaikan signifikan. Sekadar contoh, harga pir madu tersebut sebelumnya hanya Rp 190.000. Kemudian sebelumnya jeruk murcott hanya Rp 280.000 per 10 kilogram dan harga anggur tersebut hanya Rp 200.000.

Masalah tersebut tidak hanya dialami importir buah. Marina Ratna, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI) mengeluhkan pelemahan rupiah memukul mereka. Marina mengambil contoh harga impor daging. Gara-gara pelemahan rupiah tersebut, harga impor daging mengalami kenaikan Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per kg.

Meski berat, importir tak bisa langsung mengurangi atau menghentikan impor. Sebab, importir harus mengikuti aturan main yang ditetapkan oleh pemerintah lewat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), yakni pemasukan harus sesuai dengan waktu yang tertera dalam dokumen RIPH. 

Jika importir melanggar hal ini, kata Khafid, itu akan berdampak kepada periode impor selanjutnya. Kuota impor akan dipangkas. "Para importir maju kena, mundur juga kena," paparnya.

Beruntung, saat ini, volume impor tidak terlalu banyak sehingga kerugian bisa ditekan. Ia mencontohkan, impor jeruk saat ini masih sedikit karena di dalam negeri masih panen raya. Sementara musim impor apel diperkirakan akan berlangsung pada bulan Oktober, bertepatan dengan musim panen di negara produsen.

Mencemaskan

Wajar kalau kalangan importir cukup cemas dengan pelemahan rupiah ini. "Kalau sudah di level Rp 12.000 sampai Rp 13.000, importir akan sangat berat," kata Marina. Karena itu, ia berharap adanya campur tangan pemerintah untuk menguatkan kembali kurs rupiah tersebut.

Berdasarkan perhitungan dari importir, idealnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di kisaran Rp 9.000. Dengan demikian, harga jual buah-buah impor tidak perlu naik banyak.

Satria Hamid, Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), mengatakan, pelemahan rupiah terus-menerus bisa mengakibatkan kenaikan harga produk yang berbasis impor. Ia mengatakan, jika tidak ada langkah strategis pemerintah dari sisi moneter untuk mengamankan rupiah, tidak mustahil kenaikan harga secara gradual akan mencapai 20 persen-30 persen dari harga normal. (Fitri Nur Arifenie, Handoyo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com