Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Impor Pangan, Pintas yang Tak Pantas

Kompas.com - 05/09/2013, 07:59 WIB


KOMPAS.com -
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerbitkan tiga kebijakan strategis terkait impor komoditas pangan, seperti kedelai, daging sapi, dan buah ataupun sayuran, seperti cabai dan bawang merah. Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Kedelai dalam Rangka Program Stabilisasi Harga Kedelai.

Kedua, Permendag Nomor 47 Tahun 2013 tentang Perubahan Permendag Nomor 16 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Ketiga, Permendag Nomor 46 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan.

Kebijakan dibuat dalam rangka menindaklanjuti paket kebijakan penyelamatan ekonomi nasional yang sekarang mencatat defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan. Kebijakan penyelamatan ekonomi melalui program pengendalian harga barang kebutuhan pokok sangat diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Mengendalikan inflasi.

Daya beli yang tinggi dibutuhkan saat investasi mengendur. Apalagi fakta menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat ditentukan tingkat konsumsi. Dengan memperlancar arus barang impor, diharapkan harga barang terkendali, stabilitas harga tercapai, dan inflasi bisa ditekan karena konsumsi atau daya beli tetap tinggi.

Mengapa pilihannya pada komoditas tersebut di atas? Terkait kedelai, harga yang tinggi saat ini salah satunya akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Penyebab lainnya adalah keterbatasan pasokan. Begitu pula untuk daging sapi, cabai, dan bawang merah.

Langkah pemerintah memperlancar arus barang impor tak sepenuhnya salah. Namun, tak bisa dikatakan benar. Kebijakan impor selalu dan selalu menjadi jalan pintas bagi pemerintah setiap kali hendak mengatasi gejolak harga pangan.

Pemerintah menganggap, ketika keran impor dibuka, serta- merta barang akan masuk ke pasar dan langsung menekan harga. Kenyataannya tidak. Di lapangan berbagai distorsi terjadi, baik bersifat teknis karena ketidaksiapan aparat di lapangan maupun masalah nonteknis karena ada pihak-pihak tertentu yang ingin berspekulasi mencari untung.

Dalam kasus sapi, misalnya, upaya pemerintah menggerojok daging sapi impor hingga saat ini tidak terbukti mampu menekan harga sesuai target. Ini akibat arus daging impor ”tersendat” di tengah jalan, baik dampak lemahnya kebijakan yang tidak diantisipasi maupun karena kepandaian para pengusaha/importir dalam memanfaatkan celah untuk mengambil untung.

Kebijakan memperlancar arus barang impor juga tidak sepenuhnya salah. Arus barang impor yang tidak lancar mengakibatkan pasokan barang impor tidak sampai sesuai harapan ke pasar. Akibatnya, barang impor itu tidak bisa dimanfaatkan secara efektif menurunkan harga barang di pasar. Padahal, menekan harga saat ini sangat penting bagi pemulihan ekonomi nasional.

Yang patut dipersoalkan adalah sampai kapan kebijakan bersifat ”jalan pintas” ini akan terus menjadi solusi bagi stabilisasi pangan dan daya tahan ekonomi nasional?

Sembilan tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bukan sebuah periode yang singkat. Dalam masa itu, apa yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai, daging sapi, cabai, dan bawang merah nasional secara mendasar?

Dalam sembilan tahun, luas lahan kedelai tidak bertambah signifikan. Produktivitas kedelai stagnan. Subsidi benih kedelai terus dijalankan, tetapi tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan produksi. Untuk daging sapi, hingga saat ini, ternak sapi tidak pernah dijadikan sebagai sumber pendapatan warga. Sapi sekadar hewan peliharaan, sebagai tabungan, bukan dijadikan komoditas bisnis. Sumber pakan hijauan sapi juga terbatas. Apa yang dilakukan pemerintah?

Budidaya cabai secara teknologi juga tidak banyak berubah. Akibatnya, risiko kerusakan atau gagal panen tinggi. Apalagi di tengah perubahan iklim ekstrem. Pola konsumsi cabai dan bawang merah juga tidak berubah hingga kini. Kondisi bawang merah juga sama.

Tanpa perubahan kebijakan fundamental dalam produksi pangan, impor akan selalu menjadi solusi. Sebab, menguntungkan ”pemain”, bahkan untuk kepentingan politik.

Jangan main-main urus pangan! (HERMAS E PRABOWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com