Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkal The Fed, BRICS Patungan 100 Miliar Dollar AS

Kompas.com - 07/09/2013, 13:00 WIB

SAINT PETERSBURG, KOMPAS.com — Pertemuan para pemimpin negara-negara kelompok 20 (G-20) di Rusia semakin memanas. Setiap pemimpin negara mendesak Amerika Serikat (AS) agar tidak memperburuk gejolak ekonomi global.

Ada dua hal yang disoroti para pemimpin G-20. Pertama, keputusan AS memperketat stimulus ekonomi. Kedua, rencana AS menyerang Suriah. Para pemimpin negara G-20 menilai dua hal tersebut bakal semakin memperkeruh gejolak ekonomi dunia.

Hingga Jumat (6/9/2013) atau hari terakhir pertemuan G-20, AS tak terusik oleh desakan pemimpin G-20. "Risiko baru telah muncul dalam beberapa bulan terakhir di pasar negara berkembang. Kebijakan partner kita, Amerika, tentu berdampak terhadap risiko ekonomi global," ujar Presiden Rusia Vladimir Putin, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (6/9/2013).

Melihat gelagat AS yang seakan ngotot tetap memperketat stimulus, pemimpin negara-negara berkembang sepakat membentuk dana patungan. Pesertanya adalah Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS). Mereka bersama-sama mengumpulkan dana darurat 100 miliar dollar AS.

Dana darurat ini berfungsi sebagai dana cadangan untuk menahan guncangan di pasar finansial BRICS akibat penarikan dana stimulus oleh bank sentral AS (The Fed). Pemimpin BRICS menilai akan adanya penderitaan akibat penarikan stimulus tersebut.

Demi menangkal efek pengetatan stimulus The Fed, BRICS juga setuju menempatkan dana segar 50 miliar dollar AS sebagai modal untuk membangun bank pembangunan BRICS. Dana bank ini akan digunakan untuk membantu proyek-proyek infrastruktur di negara-negara anggota BRICS.

Serangan Suriah memperburuk

Rencana serangan militer AS terhadap Suriah juga menambah volatilitas ekonomi BRICS. "Setiap destabilisasi politik, eskalasi ketegangan politik selalu memengaruhi mentalitas investor. Investor selalu takut perang," ujar Andrey Kostin, Ketua VTB Group, bank BUMN terbesar kedua di Rusia.

Michael Wittner, Kepala Riset Komoditas Societe Generale, mengatakan, harga minyak Brent bisa melonjak ke level 120 dollar AS-125 dollar AS per barrel jika AS melancarkan serangan militer ke Suriah. Bahkan, Capital Economics Ltd memperkirakan, dalam skenario terburuk, harga minyak bisa melompat ke 150 dollar AS per barrel.

Jika harga minyak melesat, maka hal ini berpotensi mengurangi 1 persen pertumbuhan ekonomi global. Presiden AS Barack Obama mengatakan, jika batal melakukan invasi, militer AS bakal mundur secara bertahap dari Suriah.

Di sisi lain, Kanselir Jerman Angela Merkel mendesak bank sentral global mengerem pertumbuhan kredit demi menahan gejolak pasar. "Peran G-20 seharusnya sangat penting karena para pemimpin negara dapat berkomunikasi tentang rencana mengantisipasi efek pengetatan stimulus The Fed," ujar Menteri Keuangan Indonesia Chatib Basri. (Dessy Rosalina)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com