Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesepakatan Tak Efektif, Harga Kedelai Masih Tinggi

Kompas.com - 13/09/2013, 07:22 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com  -
Kesepakatan antara importir kedelai dan produsen tempe tahu yang difasilitasi Menteri Perdagangan Gita Wirjawan untuk menekan lonjakan harga kedelai tidak efektif. Harga kedelai di pasaran masih di atas Rp 9.400 per kilogram. Hal itu terjadi karena stok kedelai impor yang dialokasikan importir dengan harga kesepakatan Rp 8.490 per kilogram di gudang importir hanya sebanyak 11.900 ton.

”Keterbatasan inilah yang membuat produsen sulit mendapat kedelai dengan harga di bawah Rp 9.000 per kilogram,” kata Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin, Kamis (12/9/2013), di Jakarta.

Stok sebanyak itu hanya cukup untuk 20 persen anggota Koperasi Perajin Tempe Tahu Indonesia (Kopti) yang totalnya sekitar 70.000 produsen dari total sebanyak 114.000 produsen. Dengan demikian, 80 anggota Kopti tetap harus membeli dengan harga pasar.

”Saya pikir pemerintah tidak pernah optimal untuk bisa menekan harga kedelai di bawah Rp 9.000 per kilogram dengan kondisi stok yang seperti itu,” kata Aip Syarifudin.

Hal yang sama juga diakui Ketua Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) Kota Bogor Muchtar Shatrie. Ia menyayangkan karena sampai saat ini harga kedelai masih tinggi, yakni Rp 9.400 per kilogram, padahal pasokan kedelai sempat dihentikan, produksi tempe dan tahu sempat mogok, dan pedagang tidak berjualan. ”Kalau harga masih tinggi, apakah perlu aksi serupa yang lebih besar lagi,” katanya.

Pernah berhasil swasembadaKondisi yang sama dirasakan produsen tempe dan tahu di Yogyakarta, kata Ketua Primkopti Kota Yogyakarta Muryanto. Menurut Muryanto, setelah tiga hari mogok produksi, anggota Primkopti kembali berproduksi, tetapi tidak semua perajin tempe dan tahu mampu berproduksi normal.

”Hanya sekitar setengah dari 400-an anggota yang bisa berproduksi dengan harga kedelai sekarang. Perajin yang kecil-kecil tidak kuat beli kedelai karena mahal. Harga kedelai saat ini berkisar Rp 9.500-Rp 10.000 per kilogram. Hanya yang punya modal kuat yang bisa normal produksinya,” ujar Muryanto.

Oleh sebab itu, menurut pakar perdagangan internasional dari Institut Pertanian Bogor, Rina Oktaviani, di Bogor, Indonesia harus mengurangi ketergantungan pada komoditas kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu karena aksesnya yang terbatas.

”Kondisi ini harus digunakan pemerintah sebagai momentum untuk mencari substitusi bahan baku tempe dan tahu sebagai pengganti kedelai,” kata Rina.

Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono menyatakan, Indonesia berhasil mencapai swasembada kedelai pada tahun 1992 karena lahan kedelai saat itu mencapai 1,6 juta hektar. Saat itu petani tertarik menanam kedelai karena harga komoditas ini 1,5 kali harga beras. Selain itu, ada Bulog sebagai penyangga sehingga ada kepastian harga untuk petani.

”Setelah dibuka keran impor, tidak ada lagi pengendalian atau proteksi. Harga kedelai impor murah, membuat petani memilih beralih ke komoditas yang lebih menguntungkan dan saat ini yang menguntungkan adalah tebu, padi, jagung, baru kedelai,” kata Suswono.(ast/bro/ray/rwn/pin/mas/why)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Tambah 10.000 Kuota Mudik Gratis 2024 Menggunakan Bus

Kemenhub Tambah 10.000 Kuota Mudik Gratis 2024 Menggunakan Bus

Whats New
CKB Logistics Optimalkan Bisnis Melalui Kargo Udara

CKB Logistics Optimalkan Bisnis Melalui Kargo Udara

Whats New
Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Whats New
Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Work Smart
Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Whats New
Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Whats New
Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Whats New
Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Whats New
HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

Whats New
BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com