Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sunarni, dan "Group of The Deaf People"

Kompas.com - 16/09/2013, 11:40 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


KOMPAS.com - Bagi Sunarni, menjalankan usaha tidak hanya untuk meraih keuntungan, tetapi juga untuk mengolah limbah dan membantu sesama. Sunarni memulai bisnis tas yang terbuat dari limbah kemasan plastik karena sang adik yang menyandang tuna rungu. Sunarni  dan ibunya (almarhum Kasmi), ingin sang adik kelak dapat hidup mandiri. 

"Saya berpikir nantinya adik saya mau jadi apa. Makanya kita kasih keterampilan supaya bisa mandiri," kata Sunarni pada Kompas.com akhir pekan lalu.

Dari situ ia dan ibunya membuat usaha kecil-kecilan dengan modal seadanya, mencari/membeli barang barang bekas dari para pemulung, seperti bungkus kopi, deterjen dan sebagainya untuk dijadikan tas dan souvenir lainnya. Hingga akhirnya sampah yang tadinya terbuang bisa dimanfaatkan jadi barang yang bernilai ekonomis.

Ia pun kemudian membuat usaha kelompok kecil yang diberi nama "Group of The Deaf People", karena yang dididik adalah anak tuna rungu. Ia mengumpulkan teman-teman adiknya di sekolah luar biasa (SLB) dan bekerja sama dengan pihak sekolah untuk dilatih keterampilan membuat tas. Sunarni mengaku pada awalnya hanya 3 orang siswa yang dilatihnya, namun lama-kelamaan makin bertambah.

"Setiap Jumat dan Sabtu saya mengajar keterampilan di SLB. Saya juga menerima siswa SLB yang mau PKL di tempat saya," ujar Sunarni yang memulai usaha ini sejak tahun 1995 dengan brand “ The Happy Trash Bag”. 

Awalnya, limbah plastik yang menjadi bahan baku tas produk Sunarni diperoleh dari pemulung. Ia mengaku membeli limbah plastik seharga Rp 5.000 per kilogram. Namun saat ini Sunarni mengaku sudah ada perusahaan yang memasok limbah plastik.

"Kalau sekarang sudah ada banyak kerjasama. Limbah plastik disuplai, nanti kalau sudah jadi tas mereka beli lagi. Tapi kalau banyak pesanan ya saya tetap beli juga di pemulung," imbuh Sunarni.

Dari limbah plastik, ia memproduksi tas, aksesoris, dompet, tempat pensil, dan produk sejenis. Harga tas produksinya berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 400.000. Variasi harga tergantung jenis material dan banyaknya limbah bahan baku. Dari sini ia meraup omzet kotor Rp 20 juta per bulan.

Sunarni menjual tas produksinya di minimarket dan hotel-hotel, seperti Hotel Gran Melia, Hotel Crystal, dan Hotel Harris Kelapa Gading dan Pulo Gadung. Pembelinya bahkan ada yang berasal dari Australia, Singapura, Thailand, Dubai, dan Inggris.

"Mereka (pelanggan luar negeri) bilang salut dan menghargai saya karena bisa mengurangi limbah menjadi barang yang berguna. Mereka nggak peduli harga. Harga berapa saja mereka bayar," jawab Sunarni saat ditanya tanggapan pelanggan dari luar negeri membeli produknya.

Saat ini Sunarni memberdayakan 7 orang tuna rungu yang berusia 25 – 35 tahun, yang sudah lulus SMP dan SMA . Mereka merupakan siswa SLB yang telah dilatihnya. Ia juga menerima siswa SLB yang PKL di workshopnya. "Bahkan ada anak yang sudah 12 tahun ikut (bekerja) sama saya," kata Sunarni.

Karena bisnis yang dijalaninya, Sunarni berhasil memperoleh Danamon Entrepreneur Awards 2013. Ia mengaku tak sengaja ikut kompetisi wirausaha tersebut. "Sahabat saya merekomendasikan saya untuk ikut Danamon Entrepreneur Awards. Saya menang karena saya kerja untuk sosial, bukan hanya untuk pribadi," ujarnya.

Ke depan, Sunarni ingin masyarakat lebih mengenal tas produksinya. Ia juga ingin memperluas dan memudahkan pemasaran produknya, bahkan hingga ke luar negeri.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com