Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Terlena dengan Impor Minyak

Kompas.com - 26/09/2013, 18:49 WIB
Didik Purwanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Bank-bank Umum Swasta Nasional (Perbanas) menilai Indonesia terlalu terlena dalam mengimpor bahan bakar minyak (BBM). Sehingga hal tersebut justru mengganggu perekonomian domestik.

"Negara kita itu sama sekali ekonominya belum membaik. Yang Jadi persoalannya adanya timpangnya ekspor dan impor. Dulu kita itu pengekspor komoditas, sekarang kita malah net importir terutama dalam minyak," kata Ketua Perbanas Sigit Pramono di diskusi Forum Ekonomi Nusantara: Inklusi Keuangan, Ketahanan terhadap Krisis dan Peningkatan Kesejahteraan yang digelar Kompas dan BNI di Hotel Four Seasons Jakarta, Kamis (26/9/2013).

Ia menambahkan, kuota BBM bersubsidi setiap tahun juga terus melonjak. Bahkan setiap tahun kuota BBM bersubsidi ini selalu jebol. Di tahun 2012 saja, sudah ada pengajuan tambahan kuota sebanyak tiga kali, yaitu dari semula hanya 40,1 juta KL, menjadi 44,04 juta KL dan akhirnya disepakati naik kembali menjadi 45,2 juta KL.

Pada tahun ini, kuota BBM bersubsidi ditargetkan mencapai 48 juta KL. Namun diprediksi kuota BBM bersubsidi akan jebol kembali ke 50 juta KL. Padahal untuk memperbaiki perekonomian domestik itu, saran Sigit, pemerintah harus berani meningkatkan ekspor dan secara perlahan mengurangi ketergantungan impornya.

"Saat ini harga komoditas juga sudah mulai bagus. Tapi sayangnya tidak ada perbaikan dari sisi infrastruktur, begitu juga dengan nilai tambah bagi komoditas ini," katanya.

Kondisi impor minyak yang tinggi ini membuat neraca transaksi berjalan Indonesia semakin defisit. Bahkan, defisit ini terus berlangsung selama tujuh kuartal terakhir. Dengan defisit transaksi berjalan tersebut, kondisi nilai tukar rupiah terus melemah bahkan menembus level Rp 12.000 per dollar AS.

Hal itu makin diperparah dengan kondisi cadangan devisa yang tergerus hingga di bawah 100 miliar dollar AS. Begitu juga dengan kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pernah merosot di bawah level 4.000 dan inflasi akhir tahun yang diperkirakan bergerak di level 9-9,8 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com