Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paket Kebijakan Tak Sinkron dengan Upaya Ketahanan Energi

Kompas.com - 30/09/2013, 15:28 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com- Empat paket kebijakan yang diputuskan pemerintah merespon merosotnya nilai tukar rupiah dinilai tak sinkron dengan upaya ketahanan energi.

Executive Director of Reformier Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, salah satu kebijakan yakni penggunaan biofuel tidak proporsional ketika dimasukkan untuk mengatasi rupiah yang notabene perlu penanganan segera.

Menurutnya, penggunaan biofuel perlu waktu. Sama halnya, ketika ingin membangun kilang minyak. Semuanya membutuhkan waktu.

Penyediaan transportasi publik juga membutuhkan waktu. Jika transportasi publik tersedia, diharapkan tekanan impor minyak terhadap neraca perdagangan bertambah tidak terlalu lebar.

"Paket kebijakan nonsense itu, basa-basi. Pemerintah hanya ingin menunjukkan seolah do something padahal ya tidak," kata dia dalam diskusi tentang ketahanan energi, di Jakarta, Senin (30/9/2013).

Lucunya, menurut Pri, alih-alih berusaha menekan impor dengan menyediakan transportasi publik yang baik, Pemerintah justru mengeluarkan kebijakan terkait mobil murah ramah lingkungan (low cost green car atau LCGC).

Pri mengaku belum memiliki perhitungan pasti berapa lonjakan kebutuhan bahan bakar minyak dengan adanya LCGC. Namun, ia memastikan itu tidak sinkron dengan upaya menekan impor, sementara pengadaan kilang pun masih terkendala itikad pemerintah.

"Kebijakan LCGC tidak relevan dengan upaya ketahanan energi," kata dia ditemui di sela-sela diskusi.

Pri mengatakan pada semester pertama 2013, defisit neraca perdagangan untuk bahan bakar minyak sudah mencapai 5 miliar dolar AS. Ia pun mengatakan 25 persen dari devisa negara bergerak di migas.

"Kalau butuh impor itu devisa goyah. Jadi tidak mengejutkan kalau rupiah terdepresiasi. Penyebabnya struktural kalau BBM ini," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com