Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Blankenheim, Sepatu Kulit Indonesia Terinspirasi Belanda

Kompas.com - 08/10/2013, 11:41 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


KOMPAS.com - Kuliah pascasarjana jurusan Manajemen di Deventer, Belanda, ternyata membawa inspirasi untung bagi Beny Sofara. Ia membawa ide membuat sepatu kulit sebagai bekal pulang ke Tanah Air. Sepatu produknya saat ini bahkan sudah terbang ke manca negara.

"Saya kan kuliah S2 Manajemen di Belanda. Awalnya saya jalan ke centrum (pusat kota) di Deventer. Saya jalan-jalan cari sepatu kulit," kata Beny saat ditemui Kompas.com di Pameran Produk Dalam Negeri pekan lalu.

Saat sedang mencari sepatu kulit, Beny menemukan produk sepatu kulit yang ternyata buatan Indonesia. "Ternyata made in Indonesia. Terus saya mikir kenapa nggak coba diseriusin ya? Sekalian mengaplikasikan ilmu saya," ucapnya.

Setelah itu Beny mendatangi banyak toko sepatu kulit untuk memperoleh pengetahuan. Ia mempelajari jenis kulit sebagai bahan baku sepatu dan cara merawat sepatu kulit. Ini yang menjadi bekalnya pulang ke Indonesia. "Itu di tahun 2010. Saya balik ke Indonesia tahun 2011. Ini usahanya baru mulai Februari tahun ini malah," katanya.

Sekembalinya ke Tanah Air, Beny mencari perajin yang cocok. Ia pun mencari kulit yang sesuai untuk bahan baku produknya. Ia mengaku proses ini memakan waktu cukup lama. Setelah menemukan perajin yang cocok dan bahan kulit yang sesuai, ia mulai membuat sampel dan akhirnya Blankenheim diluncurkan pada Februari 2013 lalu.

"Kenapa namanya Blankenheim? Kan idenya disana. Saya tinggal di jalan yang namanya Blankenheim. Baru tahu belakangan ternyata itu adalah nama kota kecil di Jerman yang dipakai sebagai nama jalan di Belanda," kenangnya.

Beny mengaku model sepatu kulit Blankenheim seluruhnya berkonsep simple. "Dari awal kita konsepnya make it simple. Kan produk kita buat cowok. Cowok kan nggak ribet," ujarnya.

Beny menjelaskan, produk sepatu kulitnya seluruhnya menggunakan bahan baku lokal. Ia pun masih mencari bahan kulit sendiri. Harga yang dipatoknya antara Rp 400.000- Rp500.000. "Untuk yang full leather Rp 700.000," tambahnya.

Dalam memasarkan produknya, Beny masih mengandalkan online. Ia mengaku belum memiliki rencana untuk membuka toko konvensional. Meski demikian, ia sudah memiliki beberapa reseller untuk produknya tersebut.

Lelaki lajang ini menyasar pria usia 20-35 tahun sebagai pangsa pasarnya. Ia pun memanfaatkan jaringan yang dimilikinya semasa kuliah di Belanda. Pelanggan sepatu Blankenheim milik Beny telah menyebar ke Kanada, Australia, Belanda, dan Jerman.

"Saya memanfaatkan jejaring saya waktu kuliah. Saya tawarkan ke teman saya di Vietnam. Teman saya dari India menawarkan ke beberapa supplier. Ada satu yang bilang sangat ingin seriusin. Mereka senang dengan desain-desainnya, simpel dan beda. Di India belum ada, katanya di India desainnya jadul," ungkapnya.

Mengenai omzet, Beny mengaku masih belum menentu.  Yang penting baginya saat ini adalah produknya dikenal oleh masyarakat. "Pokoknya awal tahun pertama saya belum pikir omzet dulu, yang penting ini dikenal dulu lah ada sepatu Blankenheim produksi Bandung. Tahun ini saya pengennya kenalin ke masyarakat dulu aja," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com