Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Sepakat dengan Jokowi, Buruh Ingin Naik Kelas

Kompas.com - 02/11/2013, 13:37 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Para buruh merasa kecewa dengan keputusan Joko Widodo yang menetapkan upah minimum provinsi (UMP) bagi DKI Jakarta 2014 sebesar Rp 2.441.301,74 dan terus melakukan perlawanan agar gajinya bisa mencapai Rp 3,7 juta per bulan. Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, dengan UMP yang ditetapkan Jokowi, buruh masih mengalami kesulitan untuk memenuhi standar hidup yang layak.

"Kita perlu naik kelas. Dengan upah segitu tidak mungkin buruh bisa punya rumah, kuliah, dan menyekolahkan anak-anak mereka lebih tinggi," ujar Sekjen KSPI Muhamad Rusdi, di Jakarta, Sabtu (2/11/2013).

Dengan upah Rp 3,7 juta, Rusdi mengklaim buruh akan merasa lebih tenang memikirkan pendidikannya sendiri ataupun pendidikan anak-anak mereka. Dengan demikian, ada harapan untuk perbaikan kesejahteraan buruh.

"Di mana-mana, buruh Indonesia itu hanya bisa jadi staf. Bapaknya staf, anak-anaknya juga mentok staf," imbuh Rusdi.

Dia menambahkan, UMP bukan satu-satunya instrumen untuk mendorong kesejahteraan buruh. Menurutnya, sejauh ini isu ketenagakerjaan masih diwarnai ketidakpastian bekerja dengan adanya sistem outsourcing. Ia mengklaim, 70 persen dari sekitar 120 juta tenaga kerja baru masih berstatus outsourcing dan kontrak. Bahkan lucunya, lanjut Rusdi, beberapa sarjana baru (fresh graduate) pun harus melewati proses magang untuk menjadi karyawan tetap.

"Orang Indonesia tidak punya kepastian kerja," sebut Rusdi.

Dia juga menyinggung soal jaminan sosial yang harus dilaksanakan serempak pada tahun 2014. Ia menuturkan, tidak boleh lagi ada orang miskin yang ditolak berobat di rumah sakit.

"Kita berharap debat kesejahteraan ini terus digaungkan. Ketiga ini adalah resep kesejahteraan ala buruh," tekan Rusdi.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton Supit menuturkan, UMP hanya merupakan jaring pengaman (safety net) untuk satu tahun.

"Rumah dan lain-lain itu tidak masuk kamar UMP," ungkap Anton.

Di sisi lain, Anton menambahkan, jika ketiga hal itu menjadi resep buruh untuk memperbaiki kesejahteraan, maka cara yang bisa dilakukan adalah bernegosiasi. Dia pun menyindir Presiden KSPI Said Iqbal yang tak hadir ataupun mengirimkan perwakilan saat penetapan UMP DKI Jakarta, Jumat lalu.

"Jangan seperti Iqbal. Iqbal itu di mana-mana demo dulu baru negosiasi," sindir Anton.

"Kita bisa negosiasi tapi cara mereka (buruh) menyandera manajemen, merusak pabrik, itu saya tidak apresiasi. Pejuang sejati itu negosiasi. Kalau tidak berhasil, baru demo," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com