"Saya berikan contoh mengapa begitu ngototnya negara maju tidak memasukkan CPO dalam EG List. Dari sekian produk yang dikatakan ramah lingkungan, sesungguhnya juga terdapat protection terhadap produk tertentu," kata Hatta dalam diskusi tentang kesepakatan APEC di Lembaga Ketahanan Nasional di Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Hatta mengklaim sudah berkali-kali meminta pihak yang berkepentingan dengan komoditas itu untuk melakukan penelitian sehingga bisa memberikan argumentasi yang scientific based. Karena lanjut Hatta, bahkan dalam kerjasama yang tak mengikat seperti APEC tak ada satu pun negara yang betul-betul dengan sukarela melakukan kerjasama ecotech dan fasililitasi perdagangan.
Hal itu lantaran masing-masing negara memiliki komoditas unggulan yang harus bersaing dalam liberalisasi perdagangan dan investasi. "Apakah ada kepentingan yang bicara sukarela? Tidak. Artinya, kesepakatan APEC ini juga harus kita lihat dalam menjaga konteks national interest," tutur Hatta.
Dalam kesempatan tersebut Hatta juga mengingatkan peluang APEC masih besar. APEC merupakan kumpulan negara yang menyumbang 53 persen PDB dunia, 44 persen perdagangan dunia, dan 40 persen penduduk dunia (pasar).
Namun melihah peluang yang demikian besar, kembali ia menyayangkan karet dan CPO tak masuk dalam 54 komoditas EG List dan mendapat fasilitas bea masuk maksimal 5 persen per tahun 2015. Ia bahkan menuding negara-negara tertentu yang memiliki komoditas unggulan saingan CPO menghambat.
"Mengapa tidak masuk? Ini karena dikuncki jadi karet dan CPO tidak masuk EG list. Kalau tidak masuk sulit kita penetrasi pasar. Padahal, itu komoditas unggulan kita dengan rantai value chain yang tinggi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.