Bank Dunia memandang pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah guna perkuat stabilitas makro jangka pendek, terutama melalui penyesuaian kebijakan moneter dan nilai tukar rupiah. Akan tetapi, untuk meningkatkan perdagangan dan merangsang laju pertumbuhan jangka panjang, perlu reformasi struktural yang lebih luas.
"Indonesia telah melewati tahun penuh tantangan dengan jatuhnya permintaan ekspor dan harga komoditas, selain juga pasar modal yang bergejolak dan sulitnya memperoleh dana eksternal. Kebijakan moneter telah mendukung penyesuaian ekonomi," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chavez di Jakarta, Senin (16/12/2013).
Lebih lanjut, Chavez mengatakan, Indonesia akan menerima manfaat bila pemerintah fokus pada investasi yang bersifat jangka panjang, karena Indonesia perlu lebih banyak investasi. "Kebijakan moneter sebaiknya tidak merupakan tanggapan yang dominan," ujar dia.
Selain memprediksi penurunan pertumbuhan, Bank Dunia memprediksi defisit neraca transaksi berjalan akan menyusut dari 31 miliar dollar AS atau 3,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) menjadi 23 miliar dollar AS atau 2,6 persen dari PDB. Ini akibat lemahnya pertumbuhan impor dan permintaan ekspor yang meningkat secara moderat.
Terkait menyikapi defisit neraca transaksi berjalan, yang perlu dilakukan bukanlah menekan tingkat impor, namun dengan meningkatkan ekspor dan mengamankan ketersediaan dana eksternal, terutama investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI).
"Langkah-langkah perbaikan terhadap iklim usaha sangat penting untuk menarik investasi. Membuat peraturan perdagangan dan logistik lebih sederhana juga dapat membantu mendongkrak ekspor," kata Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop pada kesempatan yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.