Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Ban Bekas Menjelma Jadi Tas dan Aksesoris

Kompas.com - 15/01/2014, 13:02 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

SALATIGA, KOMPAS.com – Di sebuah rumah kayu bergaya khas Jawa di Desa Tetep Gambir, Salatiga, Jawa Tengah, sekelompok orang yang tergabung dalam Komunitas Sapu tengah melakukan sebuah karya kreatif.

Diselimuti udara sejuk kota yang terletak di kaki Gunung Merbabu itu, kelompok ini tengah melakukan apa yang mereka sebut sebagai proses “upcycle” barang-barang bekas terutama dari ban bekas truk.

“Kami menyebutnya up cycle karena proses perubahan bentuk dari barang bekas ke barang berguna yang kami ciptakan di sini tak butuh waktu lama,” kata Sindu Prasastyo (33), inisiator kelompok kreatif ini, kepada Kompas.com belum lama ini.

Lalu apa yang diproduksi komunitas Sapu ini dari ban-ban bekas tersebut? Ternyata mereka memproduksi berbagai aksesoris seperti gelang atau gantungan kunci hingga berbagai jenis dompet dan tas. “Kami membuat dompet, aksesoris, hingga tas laptop dari ban-ban bekas ini. Semuanya ada sekitar 30 item,” tambah Sindu.

Ide kreatif Sindu dan kelompoknya ini memang sangat unik. Siapa sangka dari ban-ban bekas yang bagi sebagian orang tak berharga lagi bisa disulap menjadi barang yang tak hanya berguna namun secara estetika juga patut diapresiasi dan ramah lingkungan. Bagaimana ide kreatif ini berawal?

Sindu menjelaskan ide ini berawal saat dia aktif berkegiatan di LSM Tanam untuk Kehidupan (TUK), sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan di Salatiga dan sekitarnya, dalam kurun waktu 2006-2010. Di situlah pemuda ini banyak belajar dan mengembangkan ide memproduksi barang-barang daur ulang.

“Tapi ide menciptakan sesuatu dari ban bekas baru muncul pada 2010. Awalnya saya mencoba dari plastik. Namun, menurut saya plastik kurang kuat dan awet untuk memproduksi sesuatu. Setelah melewati banyak eksperimen akhirnya ketemu ban bekas,” katanya sambil menambahkan kini dia sudah memiliki pelanggan pemasok ban bekas dari kota Semarang.

Kelebihan ban bekas, lanjut Sindu, selain kuat dan awet, bahan baku ban bekas juga tersedia dalam jumlah yang melimpah. Akhirnya Sindu menetapkan untuk mencoba berkarya menggunakan bahan ban truk bekas.

Sempat merugi

“Saat mulai skalanya masih kecil dan masih bekerja sendiri. Omzet juga maksimal hanya Rp 1.000.000 dan tak jarang harus nombok. Tapi saya yakin kerajinan ini bisa berkembang karena nampaknya di Indonesia belum ada yang menggunakan ban bekas untuk membuat aksesoris dan tas,” paparnya.

Ketika memulai, Sindu menitipkan barang-barang karyanya ke dua buah toko di Jogjakarta. Ternyata sambutan pasar cukup menggembirakan, terutama dari para wisatawan asing yang mengunjungi kota tersebut.

“Sejak 2012 usaha mulai berkembang. Omzet meningkat hingga Rp 15 juta per bulan. Sejak itu saya sudah mulai dibantu lima orang untuk mengerjakan pesanan. Saat ini sudah 10 orang yang membantu saya,” kata dia.

Kini, tambah Sindu, setiap bulan dia mengerjakan pesanan sekitar 1.250 item. Sebanyak 1.000 item adalah pesanan pembeli di luar negeri antara lain Belanda, Perancis, Inggris dan Australia. Sementara sisanya dikirim ke sejumlah toko di Yogyakarta dan Bali.

Dengan kapasitas produksinya saat ini, Sindu mengaku, omzetnya rata-rata per bulan saat ini bisa mencapai Rp 70 juta. Dengan omzet sebesar itu, dia bisa membayar gaji 10 karyawan, mencicil pinjaman ke bank, dan membeli lahan untuk lokasi baru rumah produksinya kelak.

“Harga produksi saya variatif. Kalau aksesoris seperti gelang rata-rata berharga Rp 20.000 per buah.  Sementara tas juga bervariasi, paling mahal tas laptop, harganya Rp 350.000,” kata dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com