Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Kasus Pajak Asian Agri Digiring ke Pelanggaran Administrasi

Kompas.com - 24/01/2014, 16:44 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Asian Agri Group (AAG) dinilai sengaja menggiring kasus manipulasi pajak hanya pada pelanggaran hukum administrasi. Pasalnya, menurut peneliti KataData, Metta Dharmasaputra, Asian Agri bisa membayar jauh lebih murah daripada kasus tersebut masuk dalam pelanggaran tindak pidana.

"Kenapa dia berusaha terus agar dimasukkan pelanggaran administratif? Kalau pidana, dia bisa dituntut 400 persen dari tunggakan, plus pokoknya, jadi total Rp 6,5 triliun. Jelas nilai yang sangat besar," kata Metta di Jakarta, Jumat (24/1/2014).

Dalam diskusi bertajuk "Masa Depan Kasus Pajak AAG Pasca-Putusan MA dari Perspektif Hukum Pajak" tersebut, Metta mengatakan, kalau Asian Agri hanya dinyatakan melakukan pelanggaran administratif, maka dendanya hanya 24 persen per tahun, maksimal 2 tahun.

"Artinya, hanya 48 persen kali pokoknya. MA (Mahkamah Agung) putuskan Rp 2,5 triliun, lumayanlah. Plus tunggakan pokok Rp 2 triliun, jadi total Rp 4,5 triliun," sambung Metta, di kantor Indonesia Corruption Watch.

Sebagaimana diberitakan, berdasarkan Putusan MA No.2239K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012, Asian Agri dinyatakan kurang membayar pajak pada periode 2002-2005 senilai Rp 1,25 triliun dan denda Rp 1,25 triliun. Total yang harus dibayarkan Rp 2,5 triliun.

Metta menilai, kasus pajak perusahaan milik Sukanto Tanoto itu jelas terkategorikan tax evation (skema untuk memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan). Indikasinya adalah adanya fakta tax planning meeting atau pertemuan perencanaan pajak.

Putusan MA pun dinilai luput lantaran hanya menjerat manajer perpajakan Asian Agri, Suwir Laut, selama dua tahun penjara dengan masa percobaan tiga tahun. "Jelas kasus ini kasus tax evation. Ini yang bertahun-tahun berusaha disumirkan bahwa ini adalah tax avoidance (skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan ketentuan pajak), bukan tax evation. Karena tax evation ini implikasinya pidana," tutur penulis buku Saksi Kunci yang mengupas laporan investigasi skandal pajak ini.

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, jika ada tax planning meeting, artinya Suwir Laut tidak bekerja untuk memberikan manfaat bagi dirinya sendiri. Ia menegaskan, kasus ini bisa dilanjutkan ke orang-orang yang benar-benar menerima manfaat dari pajak yang mengecil itu.

Masalahnya, UU Perpajakan tidak bisa menyentuh beneficial owner (setiap orang yang memiliki dana, yang mengendalikan transaksi nasabah, yang memberikan kuasa atas terjadinya suatu transaksi, dan/atau yang melakukan pengendalian melalui badan hukum atau perjanjian). "Jelas-jelas dia mengemplang pajak. Tapi putusan MA dekat sekali dengan 'pengecilan'. Putusannya jadi bukan pidana, tapi dengan administratif," katanya.

Sebelumnya, PT Asian Agri sendiri menyatakan, masalah perpajakan yang membelit perseroan merupakan wilayah abu-abu. Kendati demikian, perseroan siap untuk mematuhi semua ketentuan hukum yang berlaku. Perwakilan keluarga Sukanto Tanoto, Anderson Tanoto, menyatakan, perseroan siap bekerja sama dengan pemerintah terkait dengan perpajakan. "Bagaimanapun, kami beroperasi di wilayah Indonesia dan Asian Agri akan patuhi ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Dia mengungkapkan, hingga akhir 2009, Asian Agri tercatat sebagai pembayar pajak terbesar kedua di antara perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia. "Jika denda pajak sebesar lebih dari Rp 1 triliun itu kami bayar, bisa saja kami jadi perusahaan perkebunan yang membayar pajak terbesar," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com