Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Merosot, Pengusaha Tambang Keluhkan Kenaikan Royalti

Kompas.com - 07/03/2014, 16:50 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga komoditas batubara di pasar dunia yang terus merosot memukul kalangan usaha tambang. Lebih lagi kenaikan royalti yang ditetapkan dalam renegosiasi PKP2B yang dari 10 persen menjadi 13,5 persen dinilai semakin menggerus margin laba.

"Dengan perkembangan kondisi saat ini di mana harga jual batubara terus susut dan bulan ini bahkan berada di posisi terendah, kenaikan royalti sangat memberatkan. Tapi karena komitmen, kami sepakati dalam proses renegosiasi ini," papar Direktur Utama PT Tanjung Alam Jaya, Noor Cahyono, usai penandatanganan nota kesepahaman KK dan PKP2B di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (7/3/2014).

Selama ini Tanjung Alam Jaya membidik pasar ekspor ke negara-negara seperti China, Taiwan, Korea dan Jepang. Namun, tahun ini Cahyono menambahkan, perusahaannya tengah menjajaki pasar Pakistan, di mana negara tersebut membutuhkan suplai batu bara dalam jumlah besar untuk pembangkit tenaga listrik.

Cahyono memaparkan, harga jual batubara saat ini sekitar 74-76 dollar AS per ton, merosot 4 dollar AS dibanding tahun lalu yang mencapai 80 dollar AS per ton. Harga emas hitam, lanjut Cahyono, sempat menyentuh level tertinggi pada 2011 lalu sebesar 110 dollar AS per ton.

Turunnya harga komoditas ditambah kenaikan royalti menurutnya sangat menyulitkan. Apalagi, pengusaha tambang saat ini sudah dilarang mengekspor mineral mentah (ore). Ia memperhitungkan ada penurunan penjualan sebesar 30 persen dibanding 2012 lalu.

"Tahun lalu, produksi batu bara kami di bawah satu juta metrik ton. Sedangkan target volume ini akan menurun 30-40 persen di 2014. Sehingga solusinya kita melakukan efisiensi untuk menjaga margin yang sudah tergerus," imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Eddy Dharmadi, Direktur Utama PT Batu Alam Selaras. Eddy mengatakan, demi menjaga margin laba, perusahaannya menghemat 30 persen penggunaan solar, dan merampingkan SDM.

"Kami lakukan ini supaya margin tidak tergerus terlalu signifikan. Karena harga jual dunia komoditas ini harus sesuai kandungannya, jadi bukan seperti menjual produk manufaktur," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com