Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Saran Bank Dunia soal Harga BBM Tendensius

Kompas.com - 19/03/2014, 17:14 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, menilai Bank Dunia memiliki tendensi dengan mengusulkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Indonesia menjadi Rp 8.500 per liter atau dinaikkan 50 persen dari harga saat ini.

Dalam perbincangan dengan wartawan di Kantor Kemenko, Jakarta, Rabu (19/3/2014), Purbaya menjelaskan, dengan kenaikan harga BBM tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bisa mencapai 5,3 persen, dengan kata lain sesuai dengan prediksi Bank Dunia.

Sementara itu, pemerintah sendiri optimistis pertumbuhan ekonomi antara 5,5 hingga 5,8 persen menyusul perbaikan ekonomi.

"Mereka (Bank Dunia) tidak tahu bahwa yang membuat ekonomi melambat tahun lalu karena harga BBM dinaikkan bikin inflasi tinggi dan daya beli kurang, sehingga Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan. Nah sekarang mereka usulkan itu supaya forecast pertumbuhan ekonomi 5,3 persen bisa tercapai karena melambat," paparnya.

Dia pun menilai pemerintah tidak perlu ikut-ikutan apa yang disarankan Bank Dunia. "Tidak usah ikuti mereka. Kalau mau naikkan, naikkan saja. Tidak perlu didikte orang lain," imbuhnya.

Di sisi lain, Purbaya menilai pemerintah cukup cerdas menjalankan kebijakan ekonomi, dan tidak begitu saja mempercayai asumsi Bank Dunia. Buktinya, pada 2009 lalu perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh 4,3 persen tanpa bantuan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), padahal terjadi krisis 2008.

"Lihat saja 1997-1998 kita hancur, tapi mereka juga tidak becus handle Eropa, jadi ngapain dengarkan mereka," kata dia menambahkan.

Bank Dunia, Selasa lalu,memberikan dua skenario reformasi dalam kebijakan BBM bersubsidi. Pertama, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter untuk premium dan Rp1.000 per liter untuk solar, sehingga menghemat Rp 45,2 triliun dan menahan pelebaran defisit anggaran menjadi 2,1 persen terhadap PDB.

Skenario kedua, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi hanya setengah dari harga keekonomisan pasar, sehingga menghemat subsidi sebesar Rp 68,8 triliun, sehingga defisit anggaran dapat bertahan pada 1,9 persen terhadap PDB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com