Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Optimalisasi Pajak, Keterbukaan Bank Perlu Sejauh Mana?

Kompas.com - 24/03/2014, 08:52 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah upaya pemerintah menggenjot pemasukan pajak, perbankan dianggap masih terlalu pasif memasok informasi terkait obyek berpotensi pajak. Betulkah itu yang terjadi?

"Sudah ada aturan keterbukaan bank, serupa dengan aturan yang diberlakukan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), jika ada transaksi mencurigakan perbankan wajib melapor ke PPATK," papar ekonom Bank Mandiri Destri Damayanti, akhir pekan lalu.

Destri pun mengatakan langkah pelaporan yang sama juga dilakukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Cuma, (keterbukaan yang diminta Ditjen Pajak) ini dasar hukumnya apa?" imbuh dia.

Bila untuk pelaporan ke PPATK dan KPK dapat menggunakan acuan kelaziman transaksi, misalnya ada lonjakan luar biasa nominal transaksi dari tren kebiasaan sebelumnya, maka laporan untuk kebutuhan pajak dinilai tidak sesederhana itu.

Perbankan, kata Destri, selama ini dapat memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis maupun surat-surat nasabah kepada petugas pajak hanya bila ada surat permintaan dari Menteri Keuangan. Semula kewenangan meminta keterangan itu ada di Bank Indonesia tetapi kemudian beralih ke Otoritas Jasa Keuangan.

Menurut Destri, selama ini keterbukaan perbankan sudah berjalan sebagaimana ketentuan peraturan perundangan. "Pada dasarnya kami mendukung keterbukaan tetapi seberapa jauh? Kalau misalnya nanti dengan gampangnya keterbukaan itu (dijalankan), juga akan mempengaruhi kenyamanan orang menabung," papar dia.

Namun, Destri tak sependapat bila otoritas pajak mudah mengakses data nasabah perbankan maka muncul kekhawatiran orang-orang enggan menempatkan dana di perbankan. Dia juga tak melihat ada potensi dana yang lari ke luar negeri bila hal itu terjadi.

"Kalau uangnya (berasal dari sumber yang) benar, tidak masalah," kata Destri. Namun, aku dia, butuh kesepahaman dari seluruh bank di dunia, selain praktik pengawasan transaksi mencurigakan oleh PPATK.

Penilaian perbankan Indonesia masih pasif terkait upaya optimalisasi pajak, dilontarkan oleh Managing Director Danny Darussalam Tax Center, Darussalam. Dia mengatakan kondisi tersebut jauh berbeda dengan di negara lain.

Dalam diskusi bertajuk "Kerahasiaan Data Nasabah vs Tax Ratio" di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2014), Darussalam memaparkan studi komparasi dari 37 negara, dengan 34 negara di antaranya menegakkan prinsip kerahasiaan perbankan.

Darussalam menyebutkan 20 dari 34 negara memiliki sanksi yang jelas, dengan mayoritas berimplikasi pidana. Kasus pajak bukan perkecualian, terutama di antara 32 dari 37 negara yang secara eksplisit membolehkan permintaan data perbankano leh otoritas pajak.

Di luar 32 negara itu, dua negara yang lain mengizinkan permintaan data perbankan yang diajukan oleh Menteri Keuangan dan 6 negara pun membolehkan permintaan data diajukan menggunakan surat perintah pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com