Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbisnis Kaus Motif Dayak

Kompas.com - 05/04/2014, 15:47 WIB

Oleh: Megandika Wicaksono

KOMPAS.com - Yogyakarta punya Dagadu. Bali punya Joger. Palangkaraya punya Saverock, sebuah merek kaus bermotif Dayak khas Kalimantan Tengah. Demikian impian Kilat Kasanang (34) yang berkreasi dan menciptakan bisnis distro kaus sekaligus melestarikan motif suku Dayak.

Impian itu perlahan lahir dan terwujud dari kebersamaannya dengan rekan-rekan satu band, Staccato. Band itu terdiri dari Kilat (gitar I), Benny (gitar II), Kevin (bas), Ryan (drum), Chris/Ryo (keyboard), dan Rizky (vokal). Tahun 2009, Kilat ingin mempromosikan bandnya melalui cendera mata berupa kaus bertajuk Staccato. Karena tidak memiliki pengalaman dalam hal memproduksi kaus, khususnya menyablon, para personel Staccato kemudian merangkul Ari, kawan Kilat yang pernah bekerja di tempat penyablonan.

”Dengan modal Rp 3 jutaan, kami mengajak Ari yang pernah menyablon kaus-kaus kampanye partai untuk membuat kaus band dan mengajari kami,” kata Kilat, Sabtu (18/1/2014), di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Modal itu mereka belanjakan 10 lusin kaus polos, beberapa cetakan sablon, dan sejumlah tinta khusus sablon. Dua lusin kaus polos mereka gunakan untuk uji coba menyablon tulisan-tulisan seputar band Staccato, grup band yang beraliran rock romantis. ”Ternyata kualitas sablon kami tidak bagus. Warnanya tidak tajam, gambarnya pun luntur dan kotor,” ujar Kilat yang kemudian membagi-bagikan kaus Staccato itu.

Kilat dan teman-temannya tidak patah semangat. Mereka justru tertantang ingin menghasilkan kaus yang berkualitas baik, lebih menjual, dan digemari masyarakat. ”Selama enam bulan kami bereksperimen dan kemudian membuat delapan lusin kaus yang lain untuk disablon dengan tulisan-tulisan humor berbahasa Dayak,” ucap lulusan Akademi Manajemen Informatika Komputer Palangkaraya tahun 2001 itu.

Setelah kualitas sablonannya membaik, mereka pun memasarkan kaus-kaus itu lewat kios sewaan berukuran 2 meter x 2 meter di Mal Palangkaraya pada tahun 2010. Salah satu desain kata-kata humor yang juga dipelesetkan itu adalah ”How can and ikau are do it?” yang berarti ’Hai keponakan apakah kau punya banyak uang?’.

”Kami menjual di mal dengan harga Rp 60.000 per kaus. Setiap bulan, kami dapat menjual sekitar 250 kaus dengan total pemasukan Rp 15 juta. Setelah dipotong biaya produksi, sewa tempat, dan upah dua karyawan, laba bersih yang didapat mencapai Rp 3 juta,” kata Kilat.

Namun, karena laba bersih itu harus dibagi-bagi, satu per satu anggota band dan juga Ari meninggalkan usaha penyablonan itu.

Cermati desain

Meskipun Kilat seorang diri, suami Dona Tutuasi (34) itu tetap teguh mempertahankan usahanya. Kilat kemudian memberi merek Saverock untuk kaus produksinya. Nama itu berasal dari nama putra sulungnya yang bernama Savero Stratocaster (11).

Dia pun mencermati, desain kata-kata humor khas Dayak ternyata hanya dipahami masyarakat setempat. Dari situ, Kilat kemudian mengembangkan kaus bermotif Dayak, antara lain motif mandau, tameng, tombak, dan balanga. ”Motif-motif saya kembangkan sesuai kekhasan Kalimantan Tengah, yaitu motif yang beralur setengah lingkaran. Motif itu berbeda dengan motif Kalimantan Timur yang alurnya satu lingkaran penuh,” kata Kilat yang melalui terobosannya itu dapat meningkatkan penjualan sebanyak 20 persen per bulan.

Melalui kaus motif Dayak khas Kalimantan Tengah itu, Kilat ingin melestarikan motif-motif Dayak dan mengenalkan hasil seni budaya kepada masyarakat Indonesia. ”Motif Dayak merupakan salah satu kekayaan tradisi budaya kita. Ini juga warisan bangsa yang harus dijaga,” ucap Kilat yang pada tahun 2012 telah mampu merakit mesin sablon rotary (berputar) dengan modal Rp 6 juta untuk menambah kualitas sablon.

Dengan dibantu dua karyawan yang dibayar Rp 1,2 juta per bulan, Kilat membuka gerai berukuran 2,5 meter x 6 meter di rumahnya di Jalan Garuda VI Nomor 09, Palangkaraya. Kedua karyawan itu membantu Kilat dalam penyablonan, pengepakan, dan pendistribusian. Selain di rumah, Kilat juga memasarkan kausnya di Toko Cendera Mata Martapura di Jalan Batam, Palangkaraya; Gallery Tjilik Riwut di Jalan Jenderal Sudirman, Palangkaraya; dan di Bandar Udara Tjilik Riwut, Palangkaraya.

Adapun bahan baku kaus katun polos itu didatangkan dari Jakarta. Kini, kaus Saverock yang memiliki sekitar 50 desain motif Dayak dijual dengan harga Rp 90.000-Rp 95.000 per kaus dan dalam sebulan Kilat dapat meraih laba bersih sekitar Rp 6 juta. Karena menerapkan sistem distro atau produksi terbatas, setiap desain diproduksi paling banyak 24 kaus.

Kilat mengakui, ada kesulitan untuk menambah jumlah produksi karena kaus yang laku terjual dalam sebulan paling banyak 300 kaus. ”Saya lihat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Palangkaraya hanya sedikit. Kota ini masih sepi dari wisatawan. Saya berharap pemerintah dapat lebih menggencarkan promosi Palangkaraya untuk menarik wisatawan sehingga Saverock sungguh dapat menjadi milik Palangkaraya dan motif Dayak makin dikenal,” kata Kilat yang juga mengembangkan Toko Alat Musik Saverock.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com