Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Era Dana Murah dan Bunga Rendah Sudah Lewat

Kompas.com - 11/04/2014, 14:48 WIB

WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi (emerging markets) masih harus berhadapan dengan tantangan penting dalam lingkup stabilitas keuangan dunia yang cenderung ketat. Hal itu karena masa kemudahan akses sumber dana, suku bunga rendah, dan besarnya aliran dana asing sudah lewat.

Kemudahan dana tersebut membuat pinjaman negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, termasuk sektor korporasi, meningkat secara signifikan. Namun, kini, negara-negara tersebut harus menghadapi kondisi yang lebih berat akibat naiknya suku bunga, termasuk berkurangnya pendapatan korporasi, yang bisa turut memberikan tekanan substansial.

Konselor Keuangan dan Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal Dana Moneter Internasional (IMF) Jose Vinals mengemukakan hal itu dalam jumpa pers tentang Laporan
Stabilitas Keuangan Global, di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Rabu (9/4/2014), seperti dilaporkan wartawan Kompas, Dewi Indriastuti. Laporan itu diluncurkan di sela-sela acara pertemuan musim semi tahunan di kantor pusat IMF. ”Secara umum, stabilitas keuangan global membaik,” kata Vinals.

Vinals menyebutkan, masih banyak hal yang harus dilakukan untuk benar-benar mencapai kondisi keuangan global yang stabil. AS harus benar-benar tepat dalam menerapkan kebijakan moneternya, baik dalam hal waktu, ketepatan pelaksanaan, maupun cara menyampaikannya kepada pasar. Hal ini berkaitan dengan langkah pengurangan dana stimulus moneter yang akan diikuti dengan naiknya suku bunga. IMF memperkirakan, bank sentral AS, The Fed, baru akan menaikkan suku bunga pada pertengahan tahun 2015.

Negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi harus melanjutkan kesiapan menghadapi ketatnya kondisi keuangan global. Caranya antara lain dengan meningkatkan ketahanan terhadap segala benturan atau gejolak yang mungkin terjadi.

”Artinya, harus ada kebijakan makroekonomi dan kehati-hatian yang kuat, memiliki kebijakan tentang penyangga, dan mengelola risiko keuangan korporasi,” ujar Vinals.

The Fed mulai melaksanakan pengurangan stimulus moneter pada bulan Januari 2014. Secara bertahap, stimulus moneter untuk membeli obligasi pemerintah sebesar 85 miliar dollar AS itu akan dikurangi. Gubernur The Fed Janet Yellen mengungkapkan, The Fed akan menaikkan suku bunga, yang saat ini sebesar 0,25 persen, setelah pengurangan stimulus moneter selesai dilakukan.

Deputi Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF Peter Dattels menambahkan, di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, dengan usainya periode suku bunga rendah yang panjang, dana asing cenderung bergerak ke surat berharga pemerintah. Akibatnya, investor asing memiliki porsi yang besar di pasar domestik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Whats New
KPLP Kemenhub Atasi Insiden Kebakaran Kapal di Perairan Tanjung Berakit

KPLP Kemenhub Atasi Insiden Kebakaran Kapal di Perairan Tanjung Berakit

Whats New
Wamenkeu Sebut Suku Bunga The Fed Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Wamenkeu Sebut Suku Bunga The Fed Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
PNS yang Dipindah ke IKN Bisa Tempati Apartemen Mulai September

PNS yang Dipindah ke IKN Bisa Tempati Apartemen Mulai September

Whats New
RMKE: Ekspor Batu Bara Diuntungkan dari Pelemahan Rupiah

RMKE: Ekspor Batu Bara Diuntungkan dari Pelemahan Rupiah

Whats New
Antisipasi Darurat Pangan di Papua Selatan, Kementan Gencarkan Optimasi Lahan Rawa di Merauke

Antisipasi Darurat Pangan di Papua Selatan, Kementan Gencarkan Optimasi Lahan Rawa di Merauke

Whats New
Erick Thohir Minta Pertamina hingga MIND ID Borong Dollar AS, Kenapa?

Erick Thohir Minta Pertamina hingga MIND ID Borong Dollar AS, Kenapa?

Whats New
Nasabah Kaya Perbankan Belum 'Tersengat' Efek Pelemahan Nilai Tukar Rupiah

Nasabah Kaya Perbankan Belum "Tersengat" Efek Pelemahan Nilai Tukar Rupiah

Whats New
Apa Saja Penyebab Harga Emas Naik Turun?

Apa Saja Penyebab Harga Emas Naik Turun?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com