Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya OJK Atur Profesi Perencana Keuangan

Kompas.com - 17/04/2014, 08:37 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Kisah artis Ferdi Hasan yang merugi miliaran rupiah karena tersangkut investasi bodong cukup mengagetkan banyak orang. Terlebih, menurut pengakuan presenter televisi tersebut, investasinya buntung justru karena mengikuti rekomendasi dari perencana keuangan, QM Financial.

Profesi perencana keuangan pun dipertanyakan. Sebatas apa perencana keuangan bisa memberi saran investasi pada kliennya? Sekadar saran atau boleh sampai merekomendasikan suatu produk?

Risza Bambang, Chairman One Shildt Financial Planning mengatakan, dalam bekerja seorang perencana keuangan akan menganalisa kondisi keuangan, profil risiko dan mengaitkannya dengan mimpi kehidupan klien.

Selanjutnya, perencana keuangan bisa saja merekomendasikan instrumen investasi yang paling cocok bagi si klien. “Sah-sah saja, perencana keuangan menyebut nama produk asalkan tidak hanya satu produk dan keputusan terakhir ada di klien,” ujar Risza.

Ketua Financial Planning Standards Boards (FPSB) Indonesia, Tri Djoko Santoso menjelaskan, perencana keuangan terbagi dua. Pertama, perencana keuangan yang bekerja pada lembaga keuangan. Mereka harus mempunyai lisensi dari otoritas agar dapat menawarkan produk-produk keuangan, seperti asuransi dan reksadana Kedua, perencana keuangan independen.

Di luar negeri, perencana keuangan independen harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu soal independensi mereka dan sumber-sumber penghasilan. Mereka juga perlu mendapatkan lisensi atas independensi mereka dari pemerintah disana. Nah, "Di Indonesia, setahu saya, belum ada aturan dari OJK untuk profesi perencana keuangan independen ini,” jelas Tri.

Di Indonesia sendiri, sertifikasi profesi perencana keuangan diterbitkan oleh FPSB Indonesia yang merupakan afiliasi dari FPSB America Ltd di Amerika Serikat.

Lembaga ini mempunyai kewenangan menerbitkan dan mencabut dua macam sertifikat profesi yakni Certified Financial Planner (CFP) dan Registered Financial Planner (RFP).

FPSB Indonesia mengikat profesi perencana keuangan dengan kode etik. Cuma, kata Tri Djoko, jika terjadi pelanggaran akan membutuhkan proses yang panjang hingga berbuah sanksi.

Toh begitu, anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kusumaningtuti S. Soetiono yang akrab disapa Titu menyatakan, profesi perencana keuangan sebenarnya dibutuhkan oleh regulator. "OJK butuh financial planner untuk menjadi juru bicara dalam mengedukasi masyarakat," ujar Titu.

Soal kasus investasi bodong yang menimpa Ferdi Hasan, Titu berpendapat, jika perencana keuangan menyerahkan pemilihan investasi kepada investor, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab investor sendiri. Sebaliknya, jika perencana keuangan menunjuk suatu perusahaan investasi tertentu, tanggung jawabnya ada pada perencana keuangan.

Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Sarjito menambahkan, seseorang bisa merekomendasikan produk investasi jika mengantongi izin sebagai penasihat investasi.

Sayang, OJK belum mengatur profesi perencana keuangan ini. Belajar dari kasus Ferdi, rasanya aturan main itu sudah mendesak. (Dea Chadiza Syafina, Noor Muhammad Falih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com