Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Problematika Perekonomian Negeri Sakura di Tahun 2014

Kompas.com - 23/04/2014, 10:45 WIB

KOMPAS.com - Membahas mengenai perekonomian dunia yang kini menjadi salah satu fokus utama para pelaku pasar, sudah sewajarnya untuk tidak melupakan Jepang.  Negara di ujung barat Samudera Pasifik itu merupakan salah satu negara penting dan memiliki peranan di dalam percaturan aktivitas dunia serta perdagangan internasional.

Di satu sisi, kehandalan ekspor Jepang, terutama berkaitan dengan otomotif dan elektronik sudah tidak diragukan dunia lagi. Khusus produk-produk tertentu bahkan, sampai menjadi pilihan utama konsumen di berbagai negara serta menduduki posisi sebagai market leader. Walau, seiring berjalannya waktu, produk-produk China dan Korea kini telah mulai menunjukkan eksistensinya. Bukan tidak mungkin, bakal menjadi saingan buat produk-produk Jepang.   

Di sisi lain, tercatat pula kalau beragam persoalan pernah beberapa kali melanda Jepang hingga membuatnya terpuruk. Bahkan, masalah-masalah itu tidak hanya menghambat kelancaran sektor tertentu saja, tapi juga membebani hampir sebagian besar sektor.

Bencana alam contohnya. Musibah dahsyat yang menghantam Jepang pada Bulan Maret 2011 silam sempat memporakporandakan negara berbentuk kepulauan itu hingga beberapa waktu. Bukan tidak mungkin jika imbas negatifnya masih tersisa hingga detik ini.

Namun, sedikit demi sedikit, Jepang telah berupaya menunjukkan kepada dunia bahwa negara berkekuatan militer yang memadai dan lengkap dengan sistem pertahanan modern itu mampu berbenah. Sinyalemen kebangkitan pun mulai memperlihatkan tanda-tanda positif kembalinya sang negara dengan perekonomian terbesar ketiga dunia itu.  
 
Safe haven Yen vs ekspor Jepang
Perubahan pun tak urung ikut mempengaruhi yen. Mata uang Jepang yang memiliki kecenderungan melemah sejak November 2013 itu diprediksi masih akan bergerak fluktuatif di tengah ragamnya problema yang menaunginya. Kisaran pergerakan JPY/USD di tahun ini pun diestimasi belum akan bergeser dari range 100-106, kecuali ada kejadian khusus.

Ekspektasi terdongkraknya kinerja ekspor Jepang yang sempat menyeruak ke permukaan berkat depresiasi JPY itu lantas anjlok. Kuatnya sinyal ketidakpastian pasar dunia di tengah kemelut yang melanda Ukraina beberapa waktu lalu pun sempat menahan laju depresiasi safe haven yen. Begitu pula halnya tatkala kondisi pasar global memicu partisipan untuk melakukan aksi lindung nilai terhadap asst portofolio yang dimilikinya.

Sudah pasti sinyalemen penguatan yen memunculkan kekhawatiran buat Jepang. Apalagi ekspor merupakan mesin penggerak utama ekonomi negara yang berlokasi di sebelah timur laut Jepang dan bertetangga dengan RRC, Korea dan Rusia itu. Jadi sungguh bisa dimengerti, betapa tren apresiasi mata uang yen begitu dicemaskan oleh Jepang sehingga pemerintah Jepang senantiasa mengawal pergerakannya.

Terlebih dengan kondisi pelemahan pertumbuhan ekspor Jepang yang telah menyebabkan kian lebarnya defisit perdagangan posisi Maret. Dimana berdasarkan catatan, neraca JP defisit bertambah 1,45 triliun yen (14,1 miliar dollar AS). Tercatat ekspor di level 1,8 persen, melorot jauh dari bulan sebelumnya (9,8 persen) maupun dari perkiraan (6,3 persen). Sebaliknya impor tercatat naik dua kali lipat dibandingkan bulan sebelumnya (18,1 persen vs 9 persen). Sehingga mau tidak mau, beban PM Abe pun berpeluang terus bertambah seiring pemberlakuan kenaikan pajak penjualan pada 1 April silam.
 
Selain posisi spesial yang dimiliki oleh mata uang JPY dihadapan mata uang asing dunia lainnya, masih banyak keistimewaan lain yang sepatutnya menjadi bahan pembelajaran buat negara-negara lain. Sebut saja budaya etos kerja yang selalu dijunjung tinggi oleh sebagian besar warga dari negara maju di bidang ekonomi itu. Semangat kerja keras sumber daya manusia di Jepang untuk memperoleh hasil yang terbaik telah tersohor hingga ke pelosok-pelosok penjuru bumi lainnya.

Begitu pula halnya dengan kemajuan teknologi Jepang yang telah diakui dunia. Baik itu dari produk-produk elektronik untuk keperluan rumah tangga dan industri, hingga ke otomotif. Bahkan di beberapa negara, produk keluaran negara yang wilayah daratannya 97 persen berada di keempat pulau terbesarnya, Hokkaido, Honshu (pulau terbesar), Shikoku, dan Kyushu itu menjadi produk pilihan dan favorit dibandingkan produk negara lainnya.
 
Kondisi internal Jepang
Masih lekat di ingatan pasar dunia tatkala Shinzo Abe, yang sebelumnya pernah menjadi Perdana Menteri Jepang (September 2006- September 2007) itu kembali duduk di posisi penting Negeri Sakura. Kesangsian pun menyergap pimpinan penting negara yang menduduki posisi ke-10 berpenduduk terbanyak di dunia itu akibat catatan sejarahnya di masa lalu.

Bahkan, suramnya kondisi Jepang ke depan pun laksana membayangi langkah Abe kala menapaki hari-hari awal kepemimpinannya. Sinyal kuat pelonggaran kebijakan moneter negara dengan wilayah bagian utara berada di Laut Okhotsk dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulau-pulau kecil di Laut Cina Timur itu di Bulan Juli mendatang misalnya. Belum lagi rentannya outlook perekonomian Jepang dalam rentangan beberapa waktu ke depan.

Perjalanan Jepang menjalani hari-harinya pun diestimasi belum tentu berlangsung dengan mulus. Hal ini dikarenakan masih kuatnya indikasi masalah hingga sinyal ancaman yang bisa jadi akan mengganjal laju pemulihan negerinya mata uang yen itu. Parahnya, serbuan problema itu tidak hanya membayangi Jepang, tapi juga global market.  

Peluang terhadangnya Jepang masih nampak di tengah berbagai masalah yang berpotensi datang dari luar maupun dalam negeri. Penyelesaian persoalan seputar stimulus dan kebijakan moneter longgar misalnya, yang dinilai belum menyokong sepenuhnya pemulihan ekonomi negara pimpinan PM Shinzo Abe itu. Belum lagi situasi pasar dunia, yang ditunjukkan antara lain oleh rilis data-data ekonomi negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China dan masih banyak lainnya, yang cenderung kurang menguntungkan kondisi pasar global.  

Walaupun begitu, memang tidak ada jaminan pasti bahwa negeri yang terdiri dari lebih dari 6.000 pulau itu tidak berhasil bangkit kembali di bawah arahan Shinzo Abe kali ini. Apalagi persetujuan Parlemen Jepang atas terpilihnya Haruhiko Kuroda sebagai gubernur Bank of Japan tidak lama kemudian setelah terpilihnya Abe, turut menguatkan peluang pelonggaran kebijakan oleh perdana menteri usungan Partai Demokrasi Liberal.

Duet kedua pejabat tinggi negara beribukota di Tokyo itu berpeluang memuluskan kerja keras demi terangkatnya perekonomian Jepang. Terlebih pejabat-pejabat yang mengawaki pemerintahan dan Bank Sentral Jepang pada periode ini merupakan orang-orang pilihan.
 
Terbukti dengan terus membaiknya situasi Jepang di awal tahun 2014 ini. Baik dari sisi ekonomi, maupun sektor-sektor penting lainnya. Makin terkendalinya prospek kenaikan inflasi Negri Sakura menuju targetnya di level 2 persen pun bagaikan menjanjikan masa depan yang lebih baik buat Jepang. Hal ini berlangsung bersamaan dengan konsistensi Bank Sentral Jepang yang akan terus menyesuaikan kebijakan moneternya guna amankan perekonomian negara. Perlahan tapi pasti, beragam strategi akan dijalankan Jepang sehingga ekonomi negaranya pulih kembali dan bahkan mampu menunjukkan keberadaaannya lagi di kancah pasar global.

Pandangan positif akan kondisi perekonomian Jepang yang terus menerus dikumandangkan oleh Gubernur Bank Sentral Jepang, Haruhiko Kuroda pun memunculkan tambahan dukungan akan bangkitnya kembali Negeri Sakura di tahun ini. Ekspektasi performa Jepang di tahun 2014 yang tidaklah akan seburuk tahun 2013 juga berpotensi mengokohkan situasi yang lebih baik bagi Jepang. Meski, perjuangan dan kerja keras tetap dibutuhkan demi keberhasilan bangkitnya kembali Negeri Sakura.
 
Ditinjau dari segi kedudukannya pada bola dunia, memang luas wilayah Jepang sangatlah kecil. Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara lain, yang cakupan wilayah kekuasaanya jauh lebih besar dan luas dibandingkan dengan negeri pemilik Gunung Fuji, yang merupakan sebuah gunung berapi itu. Ditambah lagi dengan kelemahan internal negeri berupa bencana gempa, yang sewaktu-waktu dapat memporakporandakan pasar Jepang domestik maupun hubungannya dengan pasar global.  

Akan tetapi, sungguhlah tidak bijaksana apabila meremehkan peran penting Negeri Sakura ini. Bahkan, mungkin akan jauh lebih baik jika keberhasilan negara beribukota di Tokyo itu menjadi salah satu masukan positif buat negara-negara lainnya di dunia. Bahwa di setiap kesulitan pastilah ada jalan keluarnya dan bukankah senantiasa ada berkah yang indah dibalik sebuah masalah yang pelik. Laksana sinar mentari yang selalu dirindukan masyarakat Jepang, sang Negeri Matahari Terbit… (Apressyanti Senthaury – Pegawai Bank BUMN)
*Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis

BI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com